Bencana yang kita alami di negeri ini, seperti arisan. Semua tahu bakal dapat giliran ketempatan, tapi tak pernah tahu siapa yang dapat arisan saat itu. Sejak tsunami di Aceh, gempa melanda Jogja Mei 2006 kemarin, lalu Merapi batuk-batuk, tsunami di Pangandaran, Lapindo menenggelamkan kawasan yang makin meluas, gempa di Menado, saya kok merasa ini hanya masalah waktu saja sampai semua daerah mendapatkan giliran 'pelajaran' dari alam.
Bukannya paranoid, saya sih santai aja. Hidup mati kita toh bukan kita yang mutusin, tapi Tuhan. Tapi inilah nasib bangsa yang tak pernah belajar menyelesaikan masalahnya sampai tuntas ke akar-akarnya. Perbaikan-perbaikan yang kita lakukan sebagai bangsa, sebagai individu, sebagai umat beragama biasa instant dan cenderung aksesoris. Alias memperbaiki buruk muka dengan memakai topeng bintang film.
Saya termasuk yang percaya bahwa alam semesta ini diciptakan dengan satu hukum keseimbangan oleh Tuhan. Jika perilaku kita menyimpang, berlebihan atau semena-mena, maka alam akan menyeimbangkannya: dengan mengembalikan energi negatif yang kita tebarkan kemana-mana itu dalam bentuk bencana. Semakin kita bisa mengatur diri kita untuk mengikuti hukum alam, semakin akrab alam dengan kita.
Jadi ketika Jakarta 70% wilayahnya tenggelam, itu bukan berarti kita di Jogja atau di kota lain bakal tidak kebanjiran. Tak ada yang pasti. Penolong dan korban berganti peran tanpa kita sadari.
Buat yang belum tersentuh musibah, tetaplah ber-istighfar. Membantu sebisa kita saudara-saudara yang sedang ditimpa kemalangan. Terus berdoa dan memohon ampunan-Nya. Saat kita mengulurkan tangan untuk membantu sesama, sesungguhnya kita juga sedang menolong diri kita sendiri. Dunia ini sempit dan sementara. Di negeri yang penuh musibah ini, terbentang ribuan kesempatan untuk berbagi dan saling menyayangi. Semoga dengan kesadaran untuk selalu berfikir dan bertindak dalam kebersamaan dengan sesama anak bangsa dan alam semesta ini, perbaikan pelan-pelan akan terwujud. Allah akan kembali sayang pada bangsa ini dan menyimpan kemarahan-Nya di atap langit, bukan ditumpahkan di atas bumi-Nya yang kita pijak.
Kita tak perlu khawatir dan ketakutan berlebihan, saya percaya negeri ini masih bisa menjadi surga sebagaimana Tuhan menciptakannya di awal. Seperti bencana bisa terjadi dimana saja, Rahmat Allah-pun bisa hadir di tempat yang tak terduga.
Semua kembali pada kesiapan kita untuk menjaga amanat-Nya berupa negeri indah ini. Semakin cepat kita bertobat dan hidup di jalan-Nya: semakin cepat pula cahaya-Nya menerangi kegelapan kita. Kita upayakan perbaikan ini dari diri kita sendiri, dari yang paling sederhana dan sejak sekarang. Dan please... biar gak nyahok kesekian kalinya, kali ini jangan ditunda lagi...
Comments