Kemarin, saya berangkat ke Jakarta. Berangkatnya agak pagi karena ada titipan dari seorang kolega dan janjian ketemu di bandara. Dan ada satu lagi titipan klien, mesti nyampe Jakarta jam 12 siang. Berikut beberapa kejadian yang saya alami hari itu:
- Pesawat saya delay dari jam 08.40 menjadi 09.00
- Sampai Jakarta udah jam10.00 lebih nungguin bagasinya molor lalu naik Damri, ketiduran buru-buru turun di Gambir jam 11.45. Buku saya Ultimate Money Machine-nya Robert G. Allen ketinggalan di bawah kursi. Saat mau kembali buat ngambil, malah bingung karena kurang lebih 10 bis Damri di Gambir. Tadi saya naik bis yang mana?
- Naik Taxi Bluebird di Gambir dapet sopir yang gak hafal jalan, diminta nanyain alamat malah balik minta saya yang nanyain. Waktu mau turun, ongkosnya Rp 15.000,- tapi uang Rp 50.000,- gak ada kembaliannya. Mmmm.. akhirnya tanpa kembalian.
- Titipan klien diterima on time. Tapi kolega yang titip tadi malah pulang ke Jogja dan gak jadi ambil titipannya minta dibawa lagi ke Jogja. Lho, buat apa titip ya?
- Sorenya mau Kebayoran Baru, ketemu sopir bajaj yang gak hafal jalan lagi, tanya-tanya lagi dehh...
- Pulangnya mau ke Town Square naik bajaj, yang ini lebih parah: malah muter-muter di Kemang padahal waktu ditanya bilangnya tahu jalan. Setelah bayar Rp 10.000,- pindah naik Taxi Bluebird lagi. Yang ini mendingan agak pinter sopirnya.
Jika dirasakan tentu bikin kesel, hari itu segala sesuatu seperti tidak pada tempatnya. Tapi kalo direnungkan lebih dalam lagi: emangnya kenapa? Dan apakah melampiaskan amarah akan membuat hati kita menjadi lebih damai dan segala sesuatunya menjadi lebih beres? Saat ketemu sopir yang nyebelin, saya hanya diam. Saya ingin tersenyum sok positive feeling, tapi sejujurnya berat banget. Dan saat memberikan lima puluh ribuan dan gak dapet kembalian - secara manusiawi - juga berat. Terutama karena itu sopir nyebelin banget: tapi ya sudahlah. Kan Tuhan juga yang ngatur rejeki tiap orang. Mungkin udah rejeki dia, kita cuma tempat lewat aja.
Jadi lepaskan saja: biarkan hal-hal buruk berlalu. Malam itu di Town Square, seorang teman lama menraktir hot green tea di Coffee Bean, lalu pulangnya dianter naik mobilnya. Masuk kamar hotel dan mandi air panas. Rasanya seger banget.
Tuhan memang Maha Adil. Secangkir green tea gratis dan dianter ke hotel saja sudah melebihi jumlah 'kerugian' saya hari itu. Belum nginep di hotelnya.
Jadi sebenarnya saat kita pasrah dan tak mengeluh, hal-hal buruk akan menyingkir dan berganti kebaikan semata. Jangan menyalahkan siapapun saat keburukan datang, tetaplah berfikir positif. Dan jika ingin tak terbebani, kita nikmati saja saat keburukan menghampiri. Dengan tetap bersyukur. Enjoy aja. Seperti saat Kevin Costner ditanya tentang kariernya yang naik turun di film ia menjawab,"Saya nikmati saja perjalanannya. Namanya juga kehidupan..."
Oya, ada cerita dari Mahatma Gandhi yang saya kutip dari bukunya Robin Sharma Who Will Cry When You Die. Suatu ketika saat mau naik kereta yang mau berangkat, salah satu sepatunya terjatuh ke rel. Tak sempat lagi untuk diambil karena kereta sudah mulai melaju, Gandhi malah melepas sepatunya satu lagi dan dilemparkannya ke dekat sepatunya yang jatuh duluan. Temannya sangat heran dan bertanya,"Apa yang kamu lakukan?"
Sambil berjalan memasuki gerbong kereta bertelanjang kaki, Gandi menjawab,"Jika ada yang menemukan sepatuku, dia akan menemukannya lengkap sehingga bisa dimanfaatkan. Kalau cuma satu, maka sepatuku hanya jadi sampah dan takkan berguna buat siapapun."
Gandhi tidak mengutuki musibah, ia mengubahnya menjadi ibadah.
Comments
saya ega, yang di hari 'bad day' itu ketemu di forbiden citi jakarta pas acaranta adgi, inget toh? hehehe
salut untuk tidakan berpikir positifnya, aku setujuuu...
mas baca blogku juga ya, pengen bisa nulis kaya anda
nanti kalo ke jogja aku pasti mampir, :)
kalo wes "merasa" sabar....
yo kudu "merasa" lebih sabar lagi...
moga2 tambah disayang Gusti Pangeran.
i think you are very gifted.
i really enjoy reading your stories here.
thank you for making me believe even more in the power of words.
thank you!