Rasa-rasanya memang tak mudah untuk mencari teladan di dunia yang tak sempurna ini. Atau memang tak perlu, lantaran selalu terdapat kekurangan dari siapapun tokoh yang dianggap 'pantes' jadi teladan. Tak juga presiden, penyair, pemusik, penyanyi, bahkan ustadz. Ustadz? Ya, atau kyai. Rasanya masih belum lama saat AA Gym menikah lagi, banyak umat yang sebelumnya menjadikan beliau teladan lalu berpaling tak mau datang mengaji lagi. Trus Yusuf Mansur yang sempat bikin klarifikasi ke publik lantaran 'merasa' dituduh ustadz komersil lewat postingan di sebuah blog. Juga Zainuddin MZ dai sejuta umat, kemana beliau sekarang? Bahkan Emha Ainun Nadjib atau Nurcholish Madjidpun tak luput dari aspek manusiawi: mereka tak sempurna sehingga 'dianggap' tak pantas diteladani sepenuhnya.
Kita ini jadi umat ya aneh, maunya niru terus gak mencoba mengembangkan penalaran dan kreativitas sendiri untuk belajar dan mengembangkan diri dengan merdeka. Mentalitas kita itu diberi ilmu bukan mencari ilmu. Jadi saat sang patron ternyata tak sesuai yang diharapkan lantaran punya cacat, kaburlah kita sambil menyumpah-nyumpah sang patron yang dianggap mengecewakan hatinya. Lha ya repot to kalo gitu terus, sebagai bangsa kita bakal jalan di tempat.
Buat saya pilihannya ada dua, yang pertama jangan meneladani tokohnya alias orangnya. Jadi kalo besok ketahuan sang tokoh punya belang, kita tak kecewa. Toh yang kita teladani, pemikiran dan tindakannya yang baik-baik aja dan yang berguna buat mendewasakan hidup kita. Yang kedua, total sekalian kalau mau meneladani. Ya baiknya, ya buruknya, satu paket sebagai manusia. Jadi kita bisa menerima karena toh setiap manusia punya kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Kita juga tak lalu kecewa di tengah jalan, kita tahu persis untuk tak berharap lebih pada sosok manusia.
Mmm, sebenarnya ada pilihan ketiga. Kita teladani saja Tuhan, Dia Maha Sempurna. Tapi gimana caranya wong kita ini potongane gak sempurna gini? Nah, sekarang saatnya mikir serius ketimbang sibuk nyalahin orang lain, ketimbang sibuk mengutuki tokoh ini dan itu. Insya Allah, segala sesuatunya akan baik-baik saja. Silakan mengambil teladan dari siapapun yang pantas diteladani, tetap open mind dan selalu sabar setiap terjadi hal yang tak sesuai keinginan kita...
Kita ini jadi umat ya aneh, maunya niru terus gak mencoba mengembangkan penalaran dan kreativitas sendiri untuk belajar dan mengembangkan diri dengan merdeka. Mentalitas kita itu diberi ilmu bukan mencari ilmu. Jadi saat sang patron ternyata tak sesuai yang diharapkan lantaran punya cacat, kaburlah kita sambil menyumpah-nyumpah sang patron yang dianggap mengecewakan hatinya. Lha ya repot to kalo gitu terus, sebagai bangsa kita bakal jalan di tempat.
Buat saya pilihannya ada dua, yang pertama jangan meneladani tokohnya alias orangnya. Jadi kalo besok ketahuan sang tokoh punya belang, kita tak kecewa. Toh yang kita teladani, pemikiran dan tindakannya yang baik-baik aja dan yang berguna buat mendewasakan hidup kita. Yang kedua, total sekalian kalau mau meneladani. Ya baiknya, ya buruknya, satu paket sebagai manusia. Jadi kita bisa menerima karena toh setiap manusia punya kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Kita juga tak lalu kecewa di tengah jalan, kita tahu persis untuk tak berharap lebih pada sosok manusia.
Mmm, sebenarnya ada pilihan ketiga. Kita teladani saja Tuhan, Dia Maha Sempurna. Tapi gimana caranya wong kita ini potongane gak sempurna gini? Nah, sekarang saatnya mikir serius ketimbang sibuk nyalahin orang lain, ketimbang sibuk mengutuki tokoh ini dan itu. Insya Allah, segala sesuatunya akan baik-baik saja. Silakan mengambil teladan dari siapapun yang pantas diteladani, tetap open mind dan selalu sabar setiap terjadi hal yang tak sesuai keinginan kita...
Comments