Dalam langkah mewujudkan impian kita, tahap terakhir sebelum mimpi itu menjadi nyata - dalam beberapa buku bahkan Al Qur'an - disebutkan satu sikap: pasrah. Merelakan. Ikhlas. Terwujud atau tidaknya kita serahkan pada Tuhan.
Setelah kerja keras setengah mati, membentur-bentur tembok, tubuh babak belur, Tuhan menyodorkan pilihan: mau keras kepala memaksakan kehendakmu atau kau percayakan pada-Ku untuk menentukan takdir terbaikmu?
Saya adalah orang yang sulit sekali menyerah. Tepatnya: tidak mungkin menyerah. Tapi pasrah adalah mempercayakan Tuhan dengan Kemahakuasaan-Nya menyempurnakan kerja keras kita.
Logikanya sederhana: kita hidup di dunia ini toh dikasih pinjem. Seluruh properti di dunia ini termasuk diri kita ini milik-Nya. Lha ya terserah Dia to mau mengabulkan doa yang mana atau mewujudkan impian siapa. Kalau Tuhan iseng meniup nyawa saya saat menulis blog ini, bablaslah saya tanpa sempat pamit kepada Anda semua.
Beberapa hari ini saya sering termenung di persimpangan. Beberapa keajaiban mendatangi saya, justru ketika saya merasa jalan keluar semakin sulit didapatkan. Saat saya terengah-engah kelelahan tanpa bayangan keberhasilan, cahaya itu datang: yang mustahil bukan tidak mungkin. Saya banyak terselematkan saat injury time. Justru saat saya pasrah, bukan saat saya onfire mengejar impian mati-matian.
Apa sih yang gak mungkin buat Tuhan? Kun fayakun maka terjadilah kehendak-Mu.
Tapi malam ini aku lelah ya Tuhan (entah mengapa kau ciptakan lelah untuk tubuhku), kubutuh istirahat sebentar agar besok bisa memenuhi kewajibanku pada-Mu lagi: menjadi rahmatan lil 'alamien.
Akan kuselesaikan masalah yang mampu kuselesaikan, tapi yang di luar batas kemampuanku kumohon Engkau hadir meminjamkan kekuatan-Mu. Aku tidak menyerah, kuhanya mencoba menjalani takdir-Mu dengan lebih ikhlas.
Sebagai satu-satunya Tuhan yang diakui di alam semesta ini, aku percaya Engkau pasti tidak menentukan takdir dan nasib seseorang dengan sembarangan.
Jadikan aku hamba-Mu yang ikhlas, yang pasrah, yang mampu membaca hikmah saat kun fayakun-Mu hadir untuk menjawab doa-doaku yang mungkin aneh di telinga manusia yang lain, tapi pasti tidak di telinga-Mu. Amien ya Robbal Alamien...
Setelah kerja keras setengah mati, membentur-bentur tembok, tubuh babak belur, Tuhan menyodorkan pilihan: mau keras kepala memaksakan kehendakmu atau kau percayakan pada-Ku untuk menentukan takdir terbaikmu?
Saya adalah orang yang sulit sekali menyerah. Tepatnya: tidak mungkin menyerah. Tapi pasrah adalah mempercayakan Tuhan dengan Kemahakuasaan-Nya menyempurnakan kerja keras kita.
Logikanya sederhana: kita hidup di dunia ini toh dikasih pinjem. Seluruh properti di dunia ini termasuk diri kita ini milik-Nya. Lha ya terserah Dia to mau mengabulkan doa yang mana atau mewujudkan impian siapa. Kalau Tuhan iseng meniup nyawa saya saat menulis blog ini, bablaslah saya tanpa sempat pamit kepada Anda semua.
Beberapa hari ini saya sering termenung di persimpangan. Beberapa keajaiban mendatangi saya, justru ketika saya merasa jalan keluar semakin sulit didapatkan. Saat saya terengah-engah kelelahan tanpa bayangan keberhasilan, cahaya itu datang: yang mustahil bukan tidak mungkin. Saya banyak terselematkan saat injury time. Justru saat saya pasrah, bukan saat saya onfire mengejar impian mati-matian.
Apa sih yang gak mungkin buat Tuhan? Kun fayakun maka terjadilah kehendak-Mu.
Tapi malam ini aku lelah ya Tuhan (entah mengapa kau ciptakan lelah untuk tubuhku), kubutuh istirahat sebentar agar besok bisa memenuhi kewajibanku pada-Mu lagi: menjadi rahmatan lil 'alamien.
Akan kuselesaikan masalah yang mampu kuselesaikan, tapi yang di luar batas kemampuanku kumohon Engkau hadir meminjamkan kekuatan-Mu. Aku tidak menyerah, kuhanya mencoba menjalani takdir-Mu dengan lebih ikhlas.
Sebagai satu-satunya Tuhan yang diakui di alam semesta ini, aku percaya Engkau pasti tidak menentukan takdir dan nasib seseorang dengan sembarangan.
Jadikan aku hamba-Mu yang ikhlas, yang pasrah, yang mampu membaca hikmah saat kun fayakun-Mu hadir untuk menjawab doa-doaku yang mungkin aneh di telinga manusia yang lain, tapi pasti tidak di telinga-Mu. Amien ya Robbal Alamien...
Comments
ajaib !
ternyata hidup kita telah terpola rapi dengan rentangan konflik yang semakin melebar
namun dengan anugrah yang semakin indah