Seperti sudah saya duga, tahun baru Islam bakal gak seramai tahun baru Masehi. Dari dulu begitu. Sebagai muslim, terus terang saya ndak jealous. Biasa aja. Jika di tahun baru 2006 saya bisa terima sekitar 150an sms, tahun baru ini hanya terima 1 sms. Dari sahabatku, Udin. Mungkin ada benarnya yang dikatakan beberapa pemuka agama bahwa Islam itu identik dengan kehidupan nanti, kebahagiaan kekal, itung-itungan fixed-nya di akhirat.
Jadi ya gak boleh hura-hura, niup terompet (mungkin kalo terompet Arab boleh?), nyalain mercon dan sebagainya. Mendingan khusyu', merenung, sholat tahajjud sambil bersyukur masih dipinjami nyawa di awal tahun baru ini.
Jujur saya lebih suka tahun baru yang tenang, sunyi sehingga bisa me-rontgen diri sendiri. Bercermin memperbaiki apa-apa yang kurang dari diri kita. Bukan membaur dalam keramaian yang memekakkan telinga. Tapi bukan karena saya akhirat minded, bukan. Jikapun saya sering berfikir tentang akhirat akhir-akhir ini, tak lebih dari proses mengingatkan diri saya akan terbatasnya waktu yang saya punya. Saya bekerja, berbuat, bertindak atau melangkahkan kaki hanya demi membuat hidup ini menjadi lebih baik. Seperti yang dibilang Soe Hok Gie, saya mencoba berbuat tanpa harus repot berharap sesuatu. Just doing for nothing.
Saya tak peduli ada pahala, ada surga, kebahagiaan kekal, bidadari cantik luar biasa: i don't care. Nanti malah saya sibuk itung-itungan ama Tuhan. Tuhan? Apa kabarnya Doi sekarang ya? Mungkin Beliau sedang baca tulisan di blog ini, atau membaca ide tulisan yang sedang terlintas di otak saya. Silakan, saya sih ndherek aja kalo sama Tuhan. Bener kan? Masa' saya berani kurang ajar ama Tuhan? Please deh...
Apakah saya terlalu melantur? Semoga tidak, saya tahu kok kapan harus berhenti.
Met tahun baru 1 Muharram 1427 H, semoga makin tahu buat apa Tuhan menciptakan kita di dunianya yang rapuh ini.
Jadi ya gak boleh hura-hura, niup terompet (mungkin kalo terompet Arab boleh?), nyalain mercon dan sebagainya. Mendingan khusyu', merenung, sholat tahajjud sambil bersyukur masih dipinjami nyawa di awal tahun baru ini.
Jujur saya lebih suka tahun baru yang tenang, sunyi sehingga bisa me-rontgen diri sendiri. Bercermin memperbaiki apa-apa yang kurang dari diri kita. Bukan membaur dalam keramaian yang memekakkan telinga. Tapi bukan karena saya akhirat minded, bukan. Jikapun saya sering berfikir tentang akhirat akhir-akhir ini, tak lebih dari proses mengingatkan diri saya akan terbatasnya waktu yang saya punya. Saya bekerja, berbuat, bertindak atau melangkahkan kaki hanya demi membuat hidup ini menjadi lebih baik. Seperti yang dibilang Soe Hok Gie, saya mencoba berbuat tanpa harus repot berharap sesuatu. Just doing for nothing.
Saya tak peduli ada pahala, ada surga, kebahagiaan kekal, bidadari cantik luar biasa: i don't care. Nanti malah saya sibuk itung-itungan ama Tuhan. Tuhan? Apa kabarnya Doi sekarang ya? Mungkin Beliau sedang baca tulisan di blog ini, atau membaca ide tulisan yang sedang terlintas di otak saya. Silakan, saya sih ndherek aja kalo sama Tuhan. Bener kan? Masa' saya berani kurang ajar ama Tuhan? Please deh...
Apakah saya terlalu melantur? Semoga tidak, saya tahu kok kapan harus berhenti.
Met tahun baru 1 Muharram 1427 H, semoga makin tahu buat apa Tuhan menciptakan kita di dunianya yang rapuh ini.
Comments
Tahun Baru Islam yang gak ngetren ini malah bikin kita merenung, mau teriak-teriak atau mau main mercon serba aneh ya.. tapi kurasa memang asik tenang gini, sambil minum capuccino anget plus mbaca komik Mister Keaton, disarungi bedcover tebal diiringi lagu What if-nya Coldplay. beuuh..!
nb: omong2 ilustrasi potonya daerah manaya? kayak musim dingin (natal)