Skip to main content

Me, Myself and Mesjid

Saat kita hati kita dekat ke mesjid, saat pergi kemanapun rasanya kita sering dikelililingi mesjid. Melihat kemana-mana, yang terlihat mesjid.

Saat hati kita jarang ke mesjid, saat pengen nyari mesjid rasanya suliiit sekali nemu, rasanya kayak kita dijauhi mesjid.

Gak percaya? Buktikan.

Ini yang saya rasakan. Mesjid saja bisa merasakan apa yang hati kita rasakan.

Saat saya jarang ke mesjid dan suatu hari pengen sholat dhuha di mesjid: pintunya dikunci, tempat wudhunya digembok. Saat tiba di suatu kota, mau nyari mesjid lalu nanya-nanya, ternyata jauuuuhhh. Harus naik angkot. Dan angkotnya nggak muncul-muncul. Kejadian lain lagi, saat mesjidnya dekat, sekitar 500 meter dan kelihatan bangunannnya.. Waktu mau berangkat, hujan derasssss. Dan payung  tak ada.

Saat hati sedang dekat mesjid dan sering jamaah di mesjid. Mesjid juga terasa mendekat ke kita. Dulu saya pernah berkantor di Mega Kuningan dan bukan saya yang milih lokasinya. Mesjid hanya berjarak 100m. Saya nyari kontrakan rumah, dan gak sadar bahwa mesjid hanya berjarak 100m. Bahkan saat saya ke Phuket, Thailand.. Allah ijinkan saya sholat di mesjidNya. Mesjid Annur namanya.

Begitulah, semesta kecil di dalam diri kita adalah cerminan semesta besar yang melingkupi kita. Vibrasi di dalam, ter-amplify keluar. Tak pernah salah: apa yang kita tanam, menentukan apa yang kita tuai.

Mesjid bukan bangunan mati, bukan benda tak berjiwa. Mesjid adalah tanda-tanda tak terbantahkan, bahwa Allah telah menerapkan hukumNya yang Maha Sempurna.

Subhanallah!

Comments

A. Susanto said…
Sepertinya sering merasa begitu. Tapi sayangnya saya jarang ke Masjid. Hah. Harus rajin-rajin.

Popular posts from this blog

Dari Google Untuk Indonesia

Jika Google aja peduli untuk mengingatkan kita semua bahwa hari ini - 17 Agustus 2009 - bangsa besar ini sedang merayakan hari kemerdekaannya, apa bentuk kepedulian kita pada kemerdekaan kita sendiri? Tidak usah buru-buru menjawab. Mari kita lihat di cermin masing-masing, apakah sebentuk sosok yang nampak di hadapan kita itu sudah cukup berbuat untuk bangsanya sendiri, untuk sebuah kata yang membuat kita takjub: INDONESIA. Yang sudah terlanjur ya sudah. Saatnya menatap tajam ke depan, menunjukkan pada dunia sebuah pekik yang takkan tertelan oleh jaman, yang akan bergema 1000 tahun bahkan lebih lama lagi: MERDEKA! Lalu kita wujudkan pekik itu dalam gerak hidup kita selanjutnya. Dengan kemandirian dan keberanian. Jangan lagi kita mempermalukan para pendahulu kita, para pejuang yang gagah berani mengusir penjajah.  Kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan. Kemerdekaan justru awal bagi perjalanan Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar, yang kita banggakan bersama.

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena...

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seb...