Skip to main content

Caleg Timbuktu

Memasuki minggu tenang Pemilu 2014. Apakah semua jadi tenang? Nope. Para caleg dan capres malah semakin tegang. Juga cukong-cukong yang berdiri di belakang mereka, dalam keremangan. Para penyebar amplop juga bersiap-siap. Para penerimanya juga bersiap-siap. Semua yang terlibat dalam pemilu di negeri ini, bersiap-siap.

Banyak yang lebih siap menang, daripada siap kalah. Banyak yang lebih siap mendapatkan, daripada yang siap kehilangan. Banyak yang lebih siap naik tahta, daripada yang siap turun tahta.

Padahal makin tinggi sebuah kedudukan, jabatan, kekuasaan, bukan hanya menyangkut makin besarnya pendapatan dari sana. Tapi justru makin besarnya tanggung jawab. Di mata konstituen, di mata rakyat, terutama di mata Tuhan.

Di titik ini, banyak caleg yang mungkin belum siap. Belum tentu terpilihnya dia sebagai anggota legislatif itu sebuah kebaikan, bisa jadi malah keburukan. Tapi mata hanya bisa memandang kursi, modal sudah terlanjur ditumpahkan, janji sudah terlanjur diucapkan, pohon-pohon sudah terlanjur luka ditempeli foto-foto pencalegannya. Sudah kepalang basah. Lubuk hati yang terdalam makin kesepian. Early warning system-nya tak didengarkan.

Maka, selamat menikmati minggu tenang. Dua hari lagi kita akan menentukan pilihan. Semoga Tuhan memberikan penerang. Dan menempatkan caleg-caleg yang tak serius berjuang untuk negeri ini, di Timbuktu. Dan berbahagia di sana. Selamanya.

Comments

Popular posts from this blog

Dari Google Untuk Indonesia

Jika Google aja peduli untuk mengingatkan kita semua bahwa hari ini - 17 Agustus 2009 - bangsa besar ini sedang merayakan hari kemerdekaannya, apa bentuk kepedulian kita pada kemerdekaan kita sendiri? Tidak usah buru-buru menjawab. Mari kita lihat di cermin masing-masing, apakah sebentuk sosok yang nampak di hadapan kita itu sudah cukup berbuat untuk bangsanya sendiri, untuk sebuah kata yang membuat kita takjub: INDONESIA. Yang sudah terlanjur ya sudah. Saatnya menatap tajam ke depan, menunjukkan pada dunia sebuah pekik yang takkan tertelan oleh jaman, yang akan bergema 1000 tahun bahkan lebih lama lagi: MERDEKA! Lalu kita wujudkan pekik itu dalam gerak hidup kita selanjutnya. Dengan kemandirian dan keberanian. Jangan lagi kita mempermalukan para pendahulu kita, para pejuang yang gagah berani mengusir penjajah.  Kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan. Kemerdekaan justru awal bagi perjalanan Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar, yang kita banggakan bersama.

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena...

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seb...