Skip to main content

Semalam Tanpa Iklan

Malam ini saya bener-bener ingin istirahat dari berbuat, berbicara dan berfikir tentang iklan. Stop! I'm done, finished! Melihat beberapa pekerjaan desain grafis dan iklan menumpuk yang menunggu di-approve, rasanya seperti - mengutip Soe Hok Gie - melihat tumpukan tai di meja.

Rasanya saya mau muntah. Setiap hari hampir 24 jam otak saya berputar-putar: iklan, iklan, iklan. Award, award, award. Billing, billing, billing. Brainstorm, brainstorm, brainstorm. Revisi, revisi, revisi. Berulang-ulang, rasanya saya jalan di tempat. Begitu lama saya terobsesi dengan semua ini: saya ingin berhenti sejenak. Menghentikan saklar otak saya biar agak dingin.

Saya mulai terkenang kebaikan hati nenek saya yang beberapa hari lalu meninggal karena kanker. Saya telah berziarah ke makamnya meskipun tak sempat menemaninya saat dikuburkan. Kubur yang sederhana dalam hamparan tanah yang penuh sesak dengan nisan di daerah Jakarta Pusat. Dengan angin kering yang berdesir dan daun-daun yang mulai berguguran dimakan usia. Saya merasa sangat berdosa karena belum bisa membalas kebaikannya yang tak terhingga. Malam ini saya hanya bisa mengirim doa...

Lalu saya baca tulisan tentang politik. Menikmati lagi Catatan Pinggir-nya Goenawan Mohamad. Dan mengagumi Daniel S. Lev, seorang Indonesianis yang baru saja 'pergi' berdekatan waktunya dengan guru politik yang lain: Riswandha Imawan. Sekedar cerita, saat reformasi 1998: saya sempat menulis beberapa artikel, semuanya tentang politik, gerakan mahasiswa dan kebangsaan. Juga beberapa puisi kritik sosial. Dan pamflet protes. Entah dimana catatannya saat ini.

Saya juga menyukai sastra: puisi, prosa bahkan novel. Ada dunia baru yang terbangun setiap kali di tangan saya tergenggam sebuah buku dan mata saya mulai membaca huruf demi hurufnya. Jangan tanyakan kenikmatannya, apalagi jika dilakukan di sore hari ditemani secangkir teh panas. Sinar yang menerobos daun memantulkan warna keemasan. Di mata saya, duniapun berkilauan.

Hmmm... saya merasa telah terlalu lama meninggalkan hidup saya yang utuh. Hidup saya yang tidak terkungkung dalam wilayah tertentu, terpenjara ruang dan waktu. Sayapun pamit sebentar dari tugas rutin untuk berkunjung ke dalam diri saya sendiri. Menutup semua pintu, mematikan ponsel, memutar instrumen yang tenang, menghirup harum kopi dan duduk terdiam. Tidak berfikir, tidak ngapa-ngapain. Hanya membiarkan seluruh indera saya untuk menikmatinya. Dan merenung...

Benarkah dunia ini yang saya inginkan untuk ditekuni dan menghasilkan pencapaian yang dahsyat? Cukup berartikah semua award kreatif yang selama ini menjadi obsesi saya? Cukup pentingkah periklanan hadir sebagai bagian industri? Dan apa yang telah saya lakukan dalam usia setua ini, apa yang saya capai? Lalu apa yang sebaiknya saya tuliskan di nisan saya kelak?

Saya malu.. Saya merasa belum berbuat apa-apa. Kenangan prestasi di dunia kreatif pada masa lalu itu telah saya buang semua ke selokan. Puluhan award itu kini berdebu, beberapa patah karena gempa. Bahkan saya tak bisa merawatnya dengan baik. Saya merasa kosong..

Saya ingin memulai hidup saya dari nol, dari bukan siapa-siapa.. Mungkin dengan itu saya akan menghemat banyak waktu saya dari melakukan hal-hal yang tidak perlu. Saya nikmati beberapa jam tanpa iklan di malam ini, sambil berdoa bahwa puluhan tahun ke depan hidup saya akan jauh lebih berarti...

Comments

Anonymous said…
terus terang aja, saya jg merasakan hal yang sama mas. sudah umur sekian rasanya saya belum melakukan apa-apa. belum menjadi siapa-siapa dan lebih bnayak membuang waktu untuk melayani kemauan bos.

rasanya saya mau bergabung dengan LSM lingkungan atau LSM kemanusiaan lain agar bisa berarti lebih banyak buat manusia lain.

tapi, jika begitu saya akn mempertaruhkan nasib istri dan anak saya. piye iki?
Anonymous said…
Sumbangan pemikiran ya...
Setelah nanti kita meninggal dunia, meninggalkan semua prestasi, kekayaan, dsb, apa yang ingin orang lain ingat tentang kita... Tanyakan pada hati nurani kita masing-masing. "Mengapa Tuhan menciptakan saya, dan untuk tujuan apa saya diciptakan?" Intinya kembali ke Tuhan Sumber Kebenaran.

Tentunya hidup kita bukanlah hanya sekedar untuk memuaskan keinginan akan pencapaian sia-sia yang tidak ada habisnya bukan?

Popular posts from this blog

Dari Google Untuk Indonesia

Jika Google aja peduli untuk mengingatkan kita semua bahwa hari ini - 17 Agustus 2009 - bangsa besar ini sedang merayakan hari kemerdekaannya, apa bentuk kepedulian kita pada kemerdekaan kita sendiri? Tidak usah buru-buru menjawab. Mari kita lihat di cermin masing-masing, apakah sebentuk sosok yang nampak di hadapan kita itu sudah cukup berbuat untuk bangsanya sendiri, untuk sebuah kata yang membuat kita takjub: INDONESIA. Yang sudah terlanjur ya sudah. Saatnya menatap tajam ke depan, menunjukkan pada dunia sebuah pekik yang takkan tertelan oleh jaman, yang akan bergema 1000 tahun bahkan lebih lama lagi: MERDEKA! Lalu kita wujudkan pekik itu dalam gerak hidup kita selanjutnya. Dengan kemandirian dan keberanian. Jangan lagi kita mempermalukan para pendahulu kita, para pejuang yang gagah berani mengusir penjajah.  Kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan. Kemerdekaan justru awal bagi perjalanan Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar, yang kita banggakan bersama.

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena...

The Secret Behind Sluku-Sluku Bathok

Sluku-sluku bathok Bathoke ela-elo Si Rama menyang Solo Oleh-olehe payung mutho Pak jenthit lolo lo bah Yen mati ora obah Yen obah medeni bocah Yen urip golekko dhuwit Seorang guru saya memberikan pencerahan siang itu. Pak Nunuk namanya. Hidup – katanya – tidak boleh dihabiskan hanya untuk bekerja. Waktunya istirahat ya istirahat, untuk menjaga jiwa dan raga agar selalu dalam kondisi seimbang. Lagu jaman Wali Songo menuturkan: Sluku-sluku bathok , bathok (kepala) kita perlu beristirahat untuk memaksimalkan kemampuannya. Kalo diforsir terus bisa aus, stress, hang, macet daya pikirnya. Bathoke ela-elo , dengan cara berdzikir (ela-elo = Laa Ilaaha Ilallah), mengingat Allah akan mengendurkan syaraf neuron di otak. Lalu Si Rama menyang Solo, siram (mandilah, bersuci) menyang (menuju) Solo (Sholat). Lalu bersuci dan dirikanlah sholat. Saya ingat ada kutipan berbunyi: Jadikanlah sholat itu istirahatmu. Lalu apa fadhilah sholat? Oleh-olehe payung mutho , yang sholat akan mendapatkan perlindung...