Skip to main content

Apa Adanya

Tidak mudah buat seseorang yang telah memiliki 'posisi tertentu' untuk tampil apa adanya, tanpa topeng. Seolah setelah masuk strata tertentu dalam lingkungan sosial kita, jabatan kita, prestasi kita, kekayaan kita: banyak hal yang kemarin bebas kita lakukan menjadi serba tidak pantas, tidak sopan, tidak boleh.

Secara sadar, kita menaruh belenggu emas dalam diri kita dan membawanya kemana-mana, meskipun terasa membebani tetap kita seret-seret terus karena hampir setiap orang melakukan hal yang sama: seolah memang seperti itulah adanya dari dulu.

Coba bayangkan: pantaskah seorang Menteri mengikuti lomba foto amatir tingkat kecamatan? Pantaskah seorang kyai ikut lomba balap karung? Pantaskah Nadine Candrawinata menimba di sumur? Pantaskah Juri Citrapariwara ikut lomba poster anti korupsi? Pantaskah seorang Raja mengepel lantai istananya sendiri?

Menurut saya: sangat pantas!

Hanya satu catatannya: selama ia jujur pada dirinya sendiri dan merasa nyaman melakukan itu semua. Kita ini membayar terlalu mahal untuk image/citra diri alias topeng, sambil melupakan perlunya membangun karakter dan kepribadian.

Jadi diri sendiri itu tidak mudah. Serius! Rasa malu, nggak nyaman, takut dikomentarin, takut dianggap gila, takut dikucilkan: semua itu resiko yang nyata. Tapi menjadi orang lain, selalu mencoba tampil sempurna, baik hati dan 'seolah' suci: resikonya lebih gawat lagi. Ongkosnya super mahal dan sangat merepotkan. Membuat batin tertekan, menjauhkan diri dari kebahagiaan.

Kita semua masih punya hak untuk merdeka dari segala belenggu itu, melepaskan segala topeng yang menipu di depan cermin. Hidup kita tidak akan hancur hanya karena orang tahu kentut kita bau, kalo tidur ngiler, tidak bisa buang air kalo nggak jongkok atau mencret ketika makan burger. Ketidaksempurnaan itu sangat manusiawi.

Nurani kita sudah lama kesepian: saatnya kembali jadi diri sendiri.

(thanx to Indra atas kedahsyatan editing fotonya di banner)

Comments

Popular posts from this blog

Dari Google Untuk Indonesia

Jika Google aja peduli untuk mengingatkan kita semua bahwa hari ini - 17 Agustus 2009 - bangsa besar ini sedang merayakan hari kemerdekaannya, apa bentuk kepedulian kita pada kemerdekaan kita sendiri? Tidak usah buru-buru menjawab. Mari kita lihat di cermin masing-masing, apakah sebentuk sosok yang nampak di hadapan kita itu sudah cukup berbuat untuk bangsanya sendiri, untuk sebuah kata yang membuat kita takjub: INDONESIA. Yang sudah terlanjur ya sudah. Saatnya menatap tajam ke depan, menunjukkan pada dunia sebuah pekik yang takkan tertelan oleh jaman, yang akan bergema 1000 tahun bahkan lebih lama lagi: MERDEKA! Lalu kita wujudkan pekik itu dalam gerak hidup kita selanjutnya. Dengan kemandirian dan keberanian. Jangan lagi kita mempermalukan para pendahulu kita, para pejuang yang gagah berani mengusir penjajah.  Kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan. Kemerdekaan justru awal bagi perjalanan Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar, yang kita banggakan bersama.

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena...

The Secret Behind Sluku-Sluku Bathok

Sluku-sluku bathok Bathoke ela-elo Si Rama menyang Solo Oleh-olehe payung mutho Pak jenthit lolo lo bah Yen mati ora obah Yen obah medeni bocah Yen urip golekko dhuwit Seorang guru saya memberikan pencerahan siang itu. Pak Nunuk namanya. Hidup – katanya – tidak boleh dihabiskan hanya untuk bekerja. Waktunya istirahat ya istirahat, untuk menjaga jiwa dan raga agar selalu dalam kondisi seimbang. Lagu jaman Wali Songo menuturkan: Sluku-sluku bathok , bathok (kepala) kita perlu beristirahat untuk memaksimalkan kemampuannya. Kalo diforsir terus bisa aus, stress, hang, macet daya pikirnya. Bathoke ela-elo , dengan cara berdzikir (ela-elo = Laa Ilaaha Ilallah), mengingat Allah akan mengendurkan syaraf neuron di otak. Lalu Si Rama menyang Solo, siram (mandilah, bersuci) menyang (menuju) Solo (Sholat). Lalu bersuci dan dirikanlah sholat. Saya ingat ada kutipan berbunyi: Jadikanlah sholat itu istirahatmu. Lalu apa fadhilah sholat? Oleh-olehe payung mutho , yang sholat akan mendapatkan perlindung...