Skip to main content

Logika Politik yang Tidak Logis

Berapa modal yang diperlukan untuk sukses dalam politik? Jawabnya bisa bikin miris: untuk kelas legislatif kabupaten bisa sampai 300 juta rupiah, untuk bupati 10-30 milyar, untuk presiden kira-kira 1 triliun rupiah. Bisa lebih karena selalu ada biaya lain-lain.


Darimana semua dana itu berasal? Dan berapa persen dari dana-dana tersebut yang terjaga kebersihan asal-usulnya? Prediksi saya, tingkat kebersihannya tak lebih dari separuhnya. Bisa lebih kecil karena dipotong biaya lain-lain.


Tapi yang mengherankan saya, asal usul dana itu bukan sesuatu yang penting sebagai bahan pertimbangan dari para pelaku kontes politiknya. Tujuan untuk memenangkan pertarungan perebutan kursi jauh lebih-lebih penting dari pertanyaan sederhana saya tentang halal haramnya modal untuk bertarung tersebut.


Mungkin justru saya yang naif, politik kok ngomong halal haram. Politik itu menang kalah, berkuasa atau dikuasai, mengumpulkan harta atau diperas hartanya, Berjaya di singgasana atau tersingkir. Meminjam istilah teman saya, menang cacak kalah mbecak. He he he :)


Tapi inilah konyolnya, saya malah memimpikan seorang pemimpin yang lahir dari proses politik yang bersih. Yang setiap langkahnya sejak mulai pencalonan, sosialisasi, promosi, debat sampai proses pemilihannya, semua menjadi rahmat bagi seluruh alam, menjadi manfaat, tidak mubadzir seperti yang sudah-sudah. 


Berapa budget yang telah dihabiskan bangsa Indonesia lewat KPU dan kantong tim-tim sukses capres sampai kita mendapatkan SBY-Boediono sebagai Presiden & Wapres terpilih? Lebih dari 4 triliun.


Berapa budget yang dibutuhkan untuk mendapatkan Ir. Soekarno & Mohammad Hatta sebagai Presiden & Wapres pertama Indonesia? Hampir nol.


Engkau tentu akan bilang: ya beda dong Rief, jaman dulu dan jaman sekarang. Situasinya beda, masyarakatnya beda, orangnya beda. Jangan disama-samakan karena parameter-parameter yang mendasarinya berbeda.


Betul, saya juga setuju. Saya setuju saya naif jika langsung melakukan direct benchmarking. Tapi coba jika kita lihat produk akhirnya, kita akan sepakat bahwa Soekarno Hatta tidak kalah kelas dengan SBY Kalla atau SBY Boediono. Dua yang terakhir adalah produk pemilu demokratis yang modern (makanya mahal).


Doa saya sesungguhnya adalah agar bangsa ini dijauhkan dari proses politik yang berlebihan, yang boros, yang mubadzir, pesta demokrasi yang tidak memberikan kemanfaatan pada jiwa raga, kecerdasan dan kemakmuran bangsa ini hanya karena kita semua menganggap bahwa apa yang terjadi sudah semestinya.


Padahal ini sudah tidak semestinya.


Contoh: seorang calon gubernur/bupati yang incumbent – untuk mengumpulkan milyaran rupiah modalnya – melakukan pemungutan sistematis dan massif untuk apa saja yang berada dalam kewenangannya. Setiap proposal yang diajukan, setiap pendaftar CPNS, setiap permintaan bantuan, setiap sertifikat tanah yang disahkan: untuk modal nyalon sekali lagi. Nanti jika dia terpilih lagi, upaya pertamanya bukan untuk menyejahterakan rakyat yang memilihnya tapi untuk mengembalikan modal-modalnya. Tapi jika dia tidak terpilih, nasibnya bakal jauh lebih sederhana: menjawab pertanyaan KPK tentang ini itu untuk akhirnya menghuni hotel prodeo. Bukan happy ending yang diharapkan.


Ah, politik. Takkan selesai jika kita bicara kepentingan dan nafsu manusia. Jika manusia diberikan satu gunung emas, ia akan meminta satu gunung lagi, begitu seterusnya. Nafsu duniawi adalah seperti minum air laut yang asin, makin diminum makin haus. Hanya segenggam tanah yang akan menghentikannya, saat sang pelaku masuk lubang kuburan.


Saya akan berhenti cerita di sini. Saya tak sampai hati melanjutkan kisah horror di alam kubur, di akhirat, di hari pembalasan kelak. Saya sendiri meyakini bahwa neraka tidak berada di tempat yang jauh, kita bisa mencicipinya di dunia ini jika mau. Dalam bentuk stroke, kanker, serangan jantung, harta hangus terbakar, penjara, kehilangan nama baik dan ditinggalkan keluarga, handai taulan, kerabat terdekat.


Surgapun juga tak jauh, hanya karena seringkali sekelilingnya dihias duri, penderitaan, cemooh, caci maki dan umat manusia yang tidak trendy, kita dengan sadar menjauh, menutup hidung, bahkan meludah.


Ah, politik. Kita tahu persis mana yang benar. Tapi kita takut tak kebagian.

Comments

wang said…
sempat terfikir perbandingan yang mana yang paling tepat tentang terpilihnya " sang terpilih " melalui revolusi atau demokrasi mahal...merindu peristiwa hajar aswad mas :)

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan ...

Dari Google Untuk Indonesia

Jika Google aja peduli untuk mengingatkan kita semua bahwa hari ini - 17 Agustus 2009 - bangsa besar ini sedang merayakan hari kemerdekaannya, apa bentuk kepedulian kita pada kemerdekaan kita sendiri? Tidak usah buru-buru menjawab. Mari kita lihat di cermin masing-masing, apakah sebentuk sosok yang nampak di hadapan kita itu sudah cukup berbuat untuk bangsanya sendiri, untuk sebuah kata yang membuat kita takjub: INDONESIA. Yang sudah terlanjur ya sudah. Saatnya menatap tajam ke depan, menunjukkan pada dunia sebuah pekik yang takkan tertelan oleh jaman, yang akan bergema 1000 tahun bahkan lebih lama lagi: MERDEKA! Lalu kita wujudkan pekik itu dalam gerak hidup kita selanjutnya. Dengan kemandirian dan keberanian. Jangan lagi kita mempermalukan para pendahulu kita, para pejuang yang gagah berani mengusir penjajah.  Kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan. Kemerdekaan justru awal bagi perjalanan Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar, yang kita banggakan bersama.

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena...