(Image pinjem dari: www.detik.com / setpres)
Terlepas dari beberapa aspek kebetulan yang mewarnai perjalanan saya bertemu Bill Gats di acara Presidential Lecture di Plenary Hall JCC, 9 Mei kemarin: berikut beberapa cerita kecil mengenainya.
Pertama kali saya mengenal manusia bernama Bill Gates saat saya berusia 25 tahun (sekitar tahun 1995), awal mulai kuliah di ISI. Tak sengaja saya membeli sebuah majalah Fortune dengan fotonya sebagai cover. Sejak itu saya selalu mengikuti berita, artikel, pidato tentang Gates. Juga ketularan beli majalah Fortune, ngecer dunk.
Mengapa saya harus datang susah payah dari Jogja untuk mengikuti kuliah umumnya Gate yang berdurasi hanya 45 menit? Di salah satu Dream Card saya, saya punya mimpi untuk bertemu Bill Gates di Microsoft Campus, Redmond. Nah, ini orangnya malah datang ke Jakarta. Paling tidak, setengah impian saya tercapai. Lebih ngirit. Tinggal ke Redmond kelak, tapi mungkin saat saya kesana, Pak Bill udah pensiun.
Alasan yang lain: seseorang bisa memberikan pengaruh yang besar buat hidup kita sementara yang lain mungkin lewat begitu saja tanpa memberi banyak arti. Gates telah mengubah jalan hidup saya: secara tidak langsung tentu saja. Lewat bukunya The Road Ahead, The Speed of Thought, Microsoft Inside Out atau lewat buku yang ditulis tentangnya: Over Drive dan masih banyak lagi. Dia tak kenal lelah berkompetisi, sangat kejam terhadap kompetitornya dan visinya tajam menembus masa depan. Jadi menemuinya secara riil adalah upaya untuk menyerap energi, mendonlot ilmu pengetahuan dan meng-upgrade pemikiran dan visi saya ke tingkat yang lebih tinggi.
Ya, bagi orang lain mungkin Bill Gates tak menarik. Gaya presentasinya tak semegah Steve Jobs. Apalagi slide show-nya, tak punya karakter dan secara artisitik gak bikin inspired. Produk Microsoft juga banyak yang berbau copycat. Dia juga dibenci komunitas open source karena kekuatan monopoli Windows-nya yang luar biasa. Tapi sampai detik ini, Bill Gates masih jauh lebih kaya ketimbang Steve Jobs. Microsoft masih jadi perusahaan software terbesar di dunia. Sumbangan Bill Gates buat kemanusiaan hanya kalah dari Warren Buffet. Suka tidak suka, saya harus angkat jempol untuk beberapa hal yang Steve Jobs belum bisa melakukannya.
Melihatnya berdiri menyampaikan pikirannya yang bertema The Second Digital Decade, melihatnya sangat membanggakan Microsoft sehingga Anda takkan mungkin melihat produk kompetitor diapresiasi positif di presentasinya. Tidak, hanya Microsoft dan produk yang mendukung software-nya. Misalnya untuk menggambarkan komputer tercanggih saat ini Bill menampilkan PC layar datar biasa dengan desain yang kaku dan obsolete. Menaruh Zune untuk menggantikan Ipod. Memilih image Hp Samsung sliding norak ketimbang Iphone. Egonya yang tinggi tak membolehkannya menaruh Ipod, Macbook atau Imac: menurut saya produk Apple dengan desain yang ciamik lebih bisa represent kemajuan dunia komputer. Tapi itulah Bill: kebanggaannya pada Microsoft kadang terlihat naif, tapi mungkin disitulah kekuatannya. Jika kita tak bangga pada produk sendiri: lalu siapa yang akan?
Bill Gates saya terima dalam satu paket: lebih dan kurangnya akan dicerna oleh otak dan hati saya dengan hati-hati. Yang baik akan terdonlot, yang buruk akan masuk ke recycle bin. Dan karena saya masih punya mimpi untuk sekaya Bill Gates - semoga Anda tidak menganggapnya berlebihan - kesempatan untuk menemuinya langsung adalah seperti meminjam cermin dari masa depan untuk melihat kehidupan saya 5, 10 atau 20 tahun mendatang. Kehidupan Bill sekarang adalah gambaran masa depan saya: dan semoga begitu kenyataannya kelak. Atau lebih baik dari itu. He he he...
Tapi karena saya tahu saya tak sejenius Bill, tak punya hasrat kompetisi yang sekejam Bill, tak mampu me-manage waktu sehebat Bill, tak punya resources sebanyak Bill, tak punya perusahaan se-powerful Microsoft: jadi saya harus datang untuk melihatnya langsung. Karena saya harus memperbaiki kelemahan-kelemahan saya. Karena saya harus belajar.
Terima kasih telah datang ke Indonesia, Bill. Terima kasih telah membuka mata dunia untuk negeri yang masih sibuk antre BBM ini. Terima kasih untuk mengenakan batik yang bukan made in Malaysia. Terima kasih untuk menunjukkan bahwa negeri ini aman. Terima kasih untuk mau membantu mengajak teman lamamu berkunjung juga ke Indonesia suatu hari nanti: Steve Jobs.
Comments