Ahh, rindu itu menggunung: sahur gudeg di depan gereja saat pagi buta, buka puasa angkringan di pinggir sawah dengan backsound adzan maghrib yang sayup-sayup, tarawih yang meskipun banyak lubang tapi selalu diupayakan untuk meredakan jiwa dari deraan pekerjaaan. Takbir yang bersahutan dengan anak-anak berbaris membawa obor di sepanjang pantura di malam lebaran. Tinggal saya tertegun dalam bis malam yang membawa tubuh lelah ini untuk pulang dan menikmati lagi tanah suci tempat kelahiran.
Ramadhan sudah mengintip di ujung jalan, dengan senyumnya yang menawan. Mampukah saya membahagiakannya tahun ini? Saya masih tertegun: rindu itu membuncah. Dada saya terasa penuh, mirip anak ingusan yang jatuh cinta pada pandangan pertama.
Ahh, Ramadhan: peluklah jiwaku dalam hangat cinta-Mu...
Ramadhan sudah mengintip di ujung jalan, dengan senyumnya yang menawan. Mampukah saya membahagiakannya tahun ini? Saya masih tertegun: rindu itu membuncah. Dada saya terasa penuh, mirip anak ingusan yang jatuh cinta pada pandangan pertama.
Ahh, Ramadhan: peluklah jiwaku dalam hangat cinta-Mu...
Comments