Skip to main content

Bahagia itu Berbahaya

Kreativitas itu takhayul. Ia mirip-mirip jalangkung. Datangnya tak diundang, pulangnya tak diantar. Jadi saat ada pertanyaan kepada saya bagaimana cara untuk jadi lebih kreatif, saya selalu merasa pertanyaan itu sesungguhnya ditujukan pada jalangkung. Kita tak pernah bisa memprediksikan jawabannya akan sesuai atau tidak sesuai dengan keinginan sang penanya.

Dan ya.. Mengagetkan yang bertanya adalah trik sederhana agar jawaban kita menyetrom kesadaran baru, tak sekedar keluar dari hafalan karena rajin membaca atau tekun belajar. Jadi apa jawabannya? Nanti dulu. Sabar dulu. Kalau nggak sabar, bisa bahaya. Kalau mau sabar, nanti ending-nya akan bahagia.
Jadi mari kita mulai bertindak bahaya dengan bahagia. Lho apalagi ini? Tenang. Ini ramuan maut yang sudah saya siapkan lama. Sudah dieksperimenkan berpuluh-puluh tahun. 

Misalnya: marilah kita menjalani hidup seperti petualang. Namanya petualang, tentulah ia pemberani. Tak harus gagah perkasa bagai satria, tapi hobinya memang menantang bahaya. Dan hanya dengan menaklukkan sesuatu yang menakutkannya atau membahayakan orang biasa, ia akan meraih perasaan bahagia. Kontradiktif? Tentu. Tapi ini juga realita. Di dunia fana ini, mana ada kenyataan kehidupan yang tak kontradiktif? 
Yang paling kenceng korupsinya ternyata juga yang paling mengerti ilmu agama. Yang paling mau menolong sesama justru malah mereka yang tak punya apa-apa. Makin kaya harta, banyak yang makin miskin hatinya. Orang kaya dan orang miskin sama-sama gak bisa makan daging. Yang kaya karena dilarang dokter akibat kolesterol, yang miskin karena dilarang ahli ekonomi akibat tak punya uang untuk beli. Tuh kan?
Jadi mari kita mulai eksperimennya.

Mulailah setiap pagi seperti memulai sebuah petualangan, bukan kewajiban, bukan keharusan, bukan pekerjaan, bukan tugas, bukan beban.

Mulailah setiap pagi seolah baru saja dilahirkan, menjadi bayi yang melihat segala sesuatunya dengan ketakjuban seperti saat pertama kali melihat dunia. Dan memang realitasnya begitu. Matahari yang kita lihat pagi ini, pasti berbeda dengan matahari yang kita lihat kemarin. Tapi tak kita rasakan bedanya, karena kita sok tahu dan menganggapnya seolah sama. Wajah yang engkau lihat di cermin pagi ini, pasti berbeda dengan yang kau lihat kemarin. Terutama detailnya. Secara umum mungkin terlihat sama. Tapi detailnya berubah: uban beberapa helai bertambah, kumis memanjang beberapa milimeter, kerut di wajah lebih jelas terlihat, mata yang makin redup sinarnya. Kita semua - sesuai sunatullah - berubah. Makin menua dan lelah. Bertambah umur dan makin uzur. 

Mulailah setiap pagi sebagai petualangan. Karena kita tak tahu pasti apa yang akan terjadi, karena banyak hal tak terduga, tak terencana, sering terjadi tanpa permisi. Beberapa adalah hal baik, beberapa mungkin buruk. So what? Hidup memang begitu. Kelahiran sering dianggap sebuah kebaikan, tapi kelahiran seorang bayi bagi seorang mahasiswi yang hamilnya di luar nikah? Kematian sering dianggap keburukan, tapi kematian seseorang yang mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan hidup puluhan atau ratusan orang lainnya bukankah justru sebuah pelajaran kehidupan yang luar biasa menggugah jiwa?

Mulailah setiap pagi sebagai petualangan, dengan mata berbinar-binar seperti petualang sejati saat menjejakkan kaki di tanah yang asing. Ada kekuatiran, ketidakpastian, bahkan mungkin ketakutan. Tapi itu tak bisa meredam perasaan ingin tahu dan mencoba hal-hal baru, yang mewarnai pengalaman otentik dalam hidup kita. Yang melengkapi pemahaman kita atas puzzle kehidupan yang terus-menerus kita susun rangkaiannya.
Sebuah data tak terbantahkan menyebutkan, mereka yang hidup dekat dengan bahaya justru punya peluang hidup yang lebih besar. Justru punya peluang bahagia lebih besar. Justru punya peluang untuk menikmati kehidupannya lebih utuh lagi. Coba kita hitung bareng-bareng kalau nggak setuju dengan fakta ini: jumlah orang yang meninggal di puncak gunung jauh lebih kecil daripada yang meninggal di atas tempat tidur. Sampai kapan pun, rekor ini takkan berubah. Tempat tidur di mana manusia beristirahat menghentikan aktivitasnya justru adalah tempat yang paling mematikan. Lalu mengapa tak banyak yang bergerak menyongsong bahaya, padahal itu adalah pintu masuk untuk jadi lebih bahagia dan panjang umur? 

Mengapa? Karena kita terbiasa sok tahu dan berpegang pada asumsi-asumsi, anggapan-anggapan kuno yang walaupun kita tak yakin benar atau salahnya, kita juga tak memiliki keberanian untuk mengujinya dengan kekuatan logika, pengalaman dan iman kita sendiri. Kita memilih take it for granted, menelan mentah-mentah sebuah paham bahwa tempat tidur itu tempat paling aman di dunia. Padahal faktanya tidaklah demikian.
Kembali ke pertanyaan di awal: bagaimana cara untuk jadi lebih kreatif? Jawaban yang standar kurang lebih begini: carilah buku-buku yang berisi tips tentang kreativitas, baca yang tekun lalu praktekkan. Tirulah orang-orang kreatif di sekitarmu. Kreativitas itu bukan gawan bayi atau karena faktor keturunan. Kreativitas bisa didapatkan jika kita mau terus belajar dan mempraktekkannya.

Yang nanya puas nggak? Insya Allah akan lumayan puas. Tapi ia takkan tergoncang saat menerima jawaban itu. Ia akan mengangguk-angguk karena jawabannya sebagian sudah ia duga dan mungkin sudah pernah ia dengar atau ia baca dari beberapa sumber dan literatur. Dan ia tak akan menggunakan jawaban itu untuk mengubah hidupnya. Jawaban itu kategorinya benar, tapi tak bisa menggerakkan. Jawaban itu walaupun logis, bisa dianggap statis. Beku. 

Dan jawaban seperti itu takkan pernah keluar dari mulut saya. Atau mulut jalangkung. 

Jawaban saya harus keluar dengan muatan yang berbahaya. Misalnya begini: mengapa kamu merasa tidak kreatif sehingga pengen jadi lebih kreatif? Siapa yang bilang kamu perlu lebih kreatif? Sejak dalam kandungan ibumu, kreativitasmu sudah luar biasa. Dalam kandungan ibumu, kamu bisa menyelam, berenang, berkomunikasi dengan telepati dan menghipnotis ibumu untuk membelikan baju, popok dan ranjang bayi yang lebih mahal atas nama kasih sayang. Lalu saat kau lahir, kau bisa memenuhi semua kebutuhanmu – saat lapar, saat pipis, saat haus, saat pengen digendong, saat pengen ganti baju dan sebagainya – hanya dengan menangis. Tanpa perlu penjelasan panjang lebar apalagi pake proposal. Kreatif banget kan? Nah, sekarang mengapa kamu ingin meningkatkan lagi kreativitasmu? Fakta sesungguhnya adalah: engkau kehilangan kreativitasmu yang sudah ter-install sejak bayi lalu minta tolong pada orang lain untuk menemukan milikmu sendiri. Mengapa tak kau tanyakan pada nuranimu, dimana kreativitasmu bersembunyi?

Atau jawaban lain seperti ini: kau tak kreatif karena kau selalu menjauhi masalah. Kau tak kreatif karena kau selalu pengen hidupmu berjalan dengan lancar, mudah, lurus dan tenang. Kau tak kreatif karena dininabobokkan oleh ilusi tentang kebahagiaan yang hanya hadir saat hidup kita berkecukupan. Kau tak kreatif karena mengira untuk bahagia harus ada syarat-syarat yang terpenuhi, misalnya selamat dari marabahaya. Kau tak kreatif karena hidupmu biasa-biasa saja, berjalan sebagaimana kehidupan banyak manusia lain seumurmu. Kau tak kreatif karena hidupmu tak pernah berada dalam bahaya. Lalu bagaimana caranya agar jadi lebih kreatif? Lakukanlah hal-hal yang berbahaya yang membuatmu takut untuk melakukannya. Lakukan saja, dan jangan banyak bertanya!

Duaaaarrrr!!!!!

Makan mulailah setiap pagi sebagai petualangan yang sungguh-sungguh. Melompatlah dari tempat tidur, atau salto. Jangan merangkak seperti pemalas yang keahliannya hanya menunggu. Karena tak selamanya kita akan bisa menikmati pagi. Tak selamanya kita bisa membuka mata di pagi hari. Tak selamanya kita bisa menyapa embun yang bergelantungan di ujung daun-daun yang menggigil menanti terbitnya matahari. Tak selamanya.
Ada saat pagi tak lagi mendatangi kita. Saat panggilan menuju keabadian datang, semoga kita bisa tersenyum bahagiaa dalam rasa syukur yang utuh.

Karena kita meninggalkan kunci-kunci untuk memasuki ruang rahasia kebahagiaan dalam diri kita, yang pintunya dijaga oleh asumsi-asumsi dan ilmu pengetahuan kuno yang terlihat berbahaya padahal sesungguhnya hanya takhayul semata.

Karena kita meninggalkan kisah petualangan yang menggetarkan hati anak cucu kita, yang membuat mereka tergerak menjalani petualangan epic-nya sendiri. Yang dimulai setiap pagi...

Comments

dhico velian said…
Inspiratif tulisannya Pak. Makasih sudah bergagi cara pandang kebahagiaan, kreatif, dan bahaya dengan penyampaian yang tidak biasa.
nanci said…
trimakasi gan buat infonya,,,
jd saya bisa mengerti,,
dian dwia said…
GEDENG...
Inspiratifnya gedeng banget...
seneng banget aku baca inii..
Isya Julianto said…
Mas budi kalau nulis selalu seperti terasa ada yang baru. Kreatif banget, gimana bisa nulis sepereti itu?
Unknown said…
Saya terkesan dengan artikel ini Mas. Tidak biasa dan nyleneh. Unik. Namun tetap logis. Sungguh menginspirasi. Sampai-sampai saya buat reviewnya di blog saya Mas. Mohon izin. Makasih. Saya tunggu tulisan berikutnya Mas!
Jual Tanah said…
Sangat menginspirasi...
Jual Rumah said…
Silakan kunjungi www.jualrumahjakarta.com

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan ...

Dari Google Untuk Indonesia

Jika Google aja peduli untuk mengingatkan kita semua bahwa hari ini - 17 Agustus 2009 - bangsa besar ini sedang merayakan hari kemerdekaannya, apa bentuk kepedulian kita pada kemerdekaan kita sendiri? Tidak usah buru-buru menjawab. Mari kita lihat di cermin masing-masing, apakah sebentuk sosok yang nampak di hadapan kita itu sudah cukup berbuat untuk bangsanya sendiri, untuk sebuah kata yang membuat kita takjub: INDONESIA. Yang sudah terlanjur ya sudah. Saatnya menatap tajam ke depan, menunjukkan pada dunia sebuah pekik yang takkan tertelan oleh jaman, yang akan bergema 1000 tahun bahkan lebih lama lagi: MERDEKA! Lalu kita wujudkan pekik itu dalam gerak hidup kita selanjutnya. Dengan kemandirian dan keberanian. Jangan lagi kita mempermalukan para pendahulu kita, para pejuang yang gagah berani mengusir penjajah.  Kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan. Kemerdekaan justru awal bagi perjalanan Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar, yang kita banggakan bersama.

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena...