Sudah 106 tahun berlalu, sejak anak-anak muda masa itu mendirikan sebuah
ikhtiar perjuangan kebangsaan dengan mendirikan Boedi Oetomo. Anak-anak muda -
yang karena sunatullah-Nya - sering dianggap kurang pengalaman, grusa-grusu dan
tidak punya jam terbang cukup. Apalagi untuk memperjuangkan sebuah negara
merdeka, lepas dari cengkeraman penjajah Belanda yang pada masa itu dianggap
sebagai tidak mungkin dikalahkan. Apalagi hanya oleh segelintir anak muda yang
bersenjatakan pena dan semangat saja.
Tapi ikhtiar awal sudah dimulai. Langkah pertama sudah diayunkan. Dan
sejarahpun bergulir, menulis jalan ceritanya, tanpa bisa dicegah oleh siapapun,
bahkan Belanda yang 'tak terkalahkan.' Setelah 20 Mei 1908, lalu hadir Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928 dan puncaknya dua anak muda Indonesia memproklamirkan
Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dwi tunggal Soekarno Hatta.
Tantangan Nasionalisme di
Era Digital
Para pahlawan yang dulu berjuang, menjalani hidupnya dengan penuh
penderitaan, ancaman mara bahaya dan ketidaktentraman karena selalu muncul
bahaya serangan dari para penjajah yang ingin melanggengkan kekuasaannya di bumi
pertiwi ini. Tak ada pahlawan yang hidupnya berleha-leha, menghabiskan waktu
sia-sia dengan hanya bertindak mengikuti keinginannya sendiri, memuaskan hasrat
masa mudanya dengan bersenang-senang. Mereka semua berjuang, menerjang bahaya,
untuk masa depan negeri yang - karena upaya luar biasa mereka - akhirnya bisa kita
nikmati sebagai negeri yang merdeka.
Kemerdekaan itu tidak take it for
granted. Bukan hadiah. Bukan gratisan. Kemerdekaan yang merupakan puncak
pertama dari ikhtiar Kebangkitan Nasional 1908 dulu, dibangun di atas tumpukan
nyawa jutaan pejuang dan rakyat negeri ini, nenek moyang kita yang mengorbankan
hidupnya untuk kita, anak cucunya di masa depan.
Lalu, pekerjaan rumah itu diwariskannya kepada kita. Pertanyaan besar
mengemuka: apa yang akan kita wariskan pada anak cucu kita di masa yang akan
datang, di masa pasca digital. Di masa pasca Twitter, Facebook, Instagram,
Youtube, Path, Piuterest, Whatsapp?
Ini PR besar, utamanya jika anak-anak muda di masa sekarang tidak
menyiapkan diri sejak dini untuk menjadi bagian dari perubahan. Menjadi agent
of change. Menjadi provokator untuk kebaikan sesama. Menjadi bagian dari
gelombang perubahan menuju Indonesia yuang jauh lebih baik, di segala bidang.
Menjadi bagian dari generasi bangsa yang melunasi janji para pendiri negeri
ini dalam bentuk terwujudnya cita-cita kemerdekaan, 17 Agustus 1945.
106 Tahun Kemudian,
Sejarah Berulang
Pemilu untuk pemilihan calon legislatif baru saja usai. Meninggalkan
seribu satu cerita, tentang caleg-caleg yang gagal terpilih walaupun sudah
menggelontorkan milyaran rupiah, tentang menumpuknya berton-ton sampah visual berwujud wajah para caleg yang telah menjadikan kota kita lautan sampah visual,
lalu para caleg yang menjadi gila karena terlilit hutang milyaran yang takkan
mereka mampu bayar karena tak jadi melenggang sebagai wakil rakyat. Dan cerita
pilu dan menggelikan lainnya berderet, membuat setiap anak bangsa yang berakal sehat makin bersedih
melihatnya.
Negeri ini dalam kondisi darurat korupsi. Negeri ini dalam bahaya. Bukan
karena mafia dan pasukan koruptor yang lebih kuat atau lebih banyak tapi karena
banyak orang jujur yang diam dan membiarkan, yang tak melawan saat hak-haknya
sebagai anak bangsa digerogoti nafsu kerakusan. Ibu Pertiwi bersedih hati
karena kekayaan alamnya dijarah anak-anaknya sendiri lewat praktek kolusi,
korupsi dan nepotisme yang makin berani, yang tanpa tedeng aling-aling.
Lihatlah praktek kolusi dalam penentuan jabatan, pendaftaran pegawai
negeri yang berlumur uang suap, jual beli suara dalam pemilu, kongkalingkong
proyek di lingkungan pemerintah, di perijinan, di jembatan timbang dan daftar
seperti ini masih sangat panjang.
Para pelaku korupsi dalam skala masif itu terus bertambah. 73 Anggota
DPR/DPRD, 12 Kepala Lembaga/Kementerian, 4 Duta Besar, 7 Komisioner, 10
Gubernur, 35 Walikota/Bupati dan Wakil, 115 Eselon I, II dan III, 10 Hakim, 95
Swasta dan 32 kasus lainnya (Sumber: www.acch.kpk.go.id, 31 Maret 2014).
Ini harus dihentikan. Dan kasus baru harus dicegah. Masa depan bangsa
ini dan nasib anak cucu kita nanti harus diselamatkan dari budaya destruktif
ini, tugas kita bersama sebagai panggilan sejarah: korupsi harus dihapuskan
dari Bumi Pertiwi.
Bangkit dengan Jujur Barengan
Jujur Barengan lahir sebagai kehendak sejarah. Bukan hanya karena
keinginan orang per orang. Bangsa ini sudah lama terdiam, saat banyak
ketidakjujuran mengalami metamorfosa bentuk menjadi penyuapan, pencurian,
kolusi, nepotisme dan korupsi. Suara lirih yang terpendam di hati ratusan juta
anak bangsa ini, harus segera dikumandangkan. Anak-anak bangsa harus
dibangunkan. Kejujuran sebagai fondasi karakter bangsa yang unggul, harus
diletakkan kembali ke tempat yang terhormat, menjadi kompas penunjuk arah dalam
mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Ini adalah jawaban konkrit anak-anak muda Jogja untuk menjawab tantangan
bangsanya di masa sekarang: Takkan ada kebangkitan nasional tanpa dimulai
kejujuran di setiap hati anak-anak bangsanya. Cukup sudah berwacana, usai sudah
waktu diskusi dan berdebat, anak-anak muda harus segera menyingsingkan lengan
bajunya dan turun memperbaiki kondisi bangsanya yang sudah dirusak oleh
generasi pendahulunya.
Besok pada 20 Mei 2014, dimulai jam 15.30 lebih dari 40 komunitas
pendukung gerakan Jujur Barengan akan mengadakan aksi budaya. Bergerak dari 20
titik di Jogja, menuju Kantor Gubernur DIY di Kepatihan, Malioboro. Aksi yang
simpatik, damai dan berbudaya, tanpa memacetkan jalan, tanpa motor blombongan,
tanpa menakuti masyarakat. Aksi yang dilakukan dengan penuh cinta pada tanah
air tempat kita berpijak. Aksi yang merupakan perlambang bersatunya seluruh
lapisan masyarakat dalam perang suci melawan segala bentuk kebohongan di negeri
ini. Menjadi pondasi bagi bangkitnya negeri ini yang dimulai dengan jujur dari
diri sendiri.
Mari bersama-sama berkumpul untuk meneguhkan niat. Bersama Karnaval
Kebangkitan Kejujuran Nasional bersama semua komunitas pendukung Gerakan Budaya
Jujur Barengan pada Selasa, 20 Mei 2014 mulai jam 15.30 - 22.00 WIB di
Pelataran Kepatihan Jl. Malioboro Yogyakarta. Agenda acara akan diisi Orasi
Budaya oleh Butet Kartaredjasa, Gus Miftah, Komunitas Jujur Barengan dan
lain-lain. Serta peluncuran Lagu Jujur Barengan oleh Marzuki 'KilltheDJ' dan
Jogja Hiphop Foundation.
Ibu Pertiwi telah memanggil kita semua untuk berbuat nyata, untuk meng-install
kembali software kejujuran sebagai anti virus agar kita terbebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme di masa depan.
Sampai berjumpa di Kepatihan. Mari warnai negeri ini dengan Jujur
Barengan. Jika Dr. Wahidin Soedirohusodo, Dr. Tjipto Mangoen Koesoemo, Dr. Soetomo, Dr. Douwes Dekker, Bung Karno, Ki Hajar Dewantoro dan kawan-kawannya pada 106 tahun lalu bisa membangkitkan Indonesia, kita juga harus bisa!
Jangan pernah meremehkan anak-anak muda Indonesia. Apalagi yang jujur. Apalagi yang barengan. Jangan pernah!
Mari bergerak bersama! Mari Bangkit bersama!
Comments