Skip to main content

Dijemput 2014

Kita tidak menyongsong tahun baru. Kita dijemput. Tahun 2014 sesungguhnya bukan tahun baru. Ia sudah ada di sana sejak 2013. Bahkan sudah sejak tahun-tahun sebelumnya. Ia sudah dituliskan oleh Tuhan, bahkan sejak jaman sebelum Masehi disepakati oleh umat manusia sebagai hitungan waktu bersama.

Kita juga tidak meninggalkan 2013. Kita tak beranjak menjauh darinya. Ia tetap ada di sini, seperti lapisan kayu di batang pohon yang menua, garis-garis melingkar itu ada di sana. Sejak tahun 0. Sejak ia tumbuh sebagai pohon. Ia tetap ada di sana, meninggalkan jejak dan tak pergi kemana-mana. Ia melekat dengan kita. 2013 dan tahun-tahun yang telah kita lalui, melekat dengan riwayat hidup kita.

Kita menyebutnya masa lalu. Seperti diri kita ini, jika dihitung dari sejak masih bayi, pun pantas disebut bagian masa lalu. Terminologi pemisahan masa lalu, sekarang dan masa depan, hanyalah teknik untuk memudahkan penyebutan dan tenses untuk belajar bahasa Inggris.

Tapi sesungguhnya masa lalu, masa sekarang dan masa depan menyatu dengan setiap hembusan nafas yang kita hirup dan keluarkan.

Saat terompet berbunyi mengakhiri 2013 dan memulai 2014, kita menambah satublagi lapisan dalam kisah kita, kita menua. Mendekati masa kadaluarsa. Menuju titik selesai.

Mungkin tak langsung off mendadak. Mungkin masih ada 2015, 2016, 2020, tapi tak ada jaminan kita masih jadi orang yang sama. Kita akan makin menua. Dan off pada akhirnya.

Sambil menunggu masa itu datang, setiap detik yang ada kita maknai sebaik-baiknya. Agar saat kita pergi atau berpulang - kata yang beda tapi artinya sama - kita tak menyesal.

Masa lalu, masa sekarang dan masa depan itu akan kita tinggalkan di dunia ini sebagai kenangan untuk anak cucu kita, menjadi kisah yang akan diceritakan ulang kelak atau malah untuk dilupakan.

Dengan kesadaran ini hidup indah. Saat dijalani. Ataupun saat ditinggalkan.

Comments

Popular posts from this blog

Dari Google Untuk Indonesia

Jika Google aja peduli untuk mengingatkan kita semua bahwa hari ini - 17 Agustus 2009 - bangsa besar ini sedang merayakan hari kemerdekaannya, apa bentuk kepedulian kita pada kemerdekaan kita sendiri? Tidak usah buru-buru menjawab. Mari kita lihat di cermin masing-masing, apakah sebentuk sosok yang nampak di hadapan kita itu sudah cukup berbuat untuk bangsanya sendiri, untuk sebuah kata yang membuat kita takjub: INDONESIA. Yang sudah terlanjur ya sudah. Saatnya menatap tajam ke depan, menunjukkan pada dunia sebuah pekik yang takkan tertelan oleh jaman, yang akan bergema 1000 tahun bahkan lebih lama lagi: MERDEKA! Lalu kita wujudkan pekik itu dalam gerak hidup kita selanjutnya. Dengan kemandirian dan keberanian. Jangan lagi kita mempermalukan para pendahulu kita, para pejuang yang gagah berani mengusir penjajah.  Kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan. Kemerdekaan justru awal bagi perjalanan Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar, yang kita banggakan bersama.

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena...

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seb...