Skip to main content

Setetes Embun di Kebun Ide

Untuk Mas Handoko Hendroyono*

Sejurus setelah saya menyelesaikan membaca ‘Brand Gardener’, saya teringat sebuah peribahasa: saat murid siap, guru akan datang.

Begini ceritanya: seperti siapapun yang terlibat dalam bisnis advertising by choice (alias tidak terpaksa ),saya pun selalu mencoba untuk memikirkan ulang industri yang saya geluti sejak 1996 ini. Mungkin 15 tahun barulah seumur jagung kalau bicara pengalaman, tapi setidaknya saya pelan-pelan mulai memahami industri seperti apa yang saya masuki ini.

Pertanyaan besar yang selalu mengganggu saya adalah: apakah industri ini cukup syarat untuk dijalankan dan dihidupi oleh orang-orang yang punya niat, passion, cinta dan keyakinan yang kuat untuk memberikan sebesar-besarnya manfaat bagi masyarakat dan lingkungannya?

Ataukah ia hanya sekedar menjadi perpanjangan corong bagi kekuatan brutal kapitalisme yang ideologinya adalah: jualan, jualan, jualan? Saya pun mulai bertanya-tanya, pada siapapun atau apapun yang saya pikir memiliki jawabannya.

Kebimbangan saya menemui jalan buntu. Kemana pun saya bertanya, justru makin membingungkan setelah mendapat seribu versi jawaban. Bahkan tak sedikit yang justru merasa heran atas pertanyaan sederhana saya itu, “Kamu ini aneh, iklan itu tujuannya untuk memaksimalkan terjadinya penjualan. Menumbuhkan pasar. Memperlancar arus barang dari gudang ke konsumen. Iklan yang menyadarkan orang untuk mengurangi pembelian bukanlah iklan. Itu pengajian!”

Saya makin sulit menemukan ketentraman hati di tengah hiruk-pikuk dunia advertising yang meramu teknik-teknik canggih komunikasi dan bombardir media untuk ‘memerangkap’ target audiens agar membeli, menghabiskan uangnya yang sedikit untuk menggemukkan pundi-pundi para pemilik industri raksasa.  

Lalu Buku Brand Gardener tulisan Mas Handoko Hendroyono ini menyapa saya.

Menyadarkan saya bahwa masih ada orang-orang baik yang berani berfikir bebas dan jernih di industri yang pressure-nya begini keras dan berdarah-darah.

Hitunglah berapa jumlah advertising company di negeri ini? Saya merasa lebih pas dengan istilah company ketimbang agency, apalagi sejak cara berbisnis advertising berubah, tak lagi dapat ‘jatah’ agency fee media placement. Entry barrier-nya rendah sekali, setiap orang bisa membuka advertising company. Betapa mudahnya pula nanti, untuk menutupnya karena persaingan yang brutal atau lantaran para pendirinya terlalu cepat putus asa.

Saya jatuh cinta pada istilah Brand Gardener. Ada kemurnian pada kata Gardener. Ada kejujuran dalam proses alamiah untuk tumbuh. Industri advertising yang telah bergeser menjadi sekedar karnaval endorser yang mengiklankan produk yang tak dipakainya dan hiasan sampah visual luar ruang yang tak menentramkan, seperti menemukan setetes embun. Mungkin embun ini tak cukup untuk menyejukkan seluruh taman yang mulai mengering, tapi kilaunya yang diterpa matahari pagi adalah sebuah doa. Dan harapan.

Saat murid siap, guru akan datang.

Saya merekomendasikan buku ini kepada siapapun yang masih memiliki passion dalam dirinya untuk membangun industri advertising yang lebih membumi, lebih manusiawi, lebih mendengarkan suara hati.

Saya mendaftarkan diri menjadi murid dengan riang hati, karena Pak Guru Handoko mengajari saya dengan story telling-nya untuk menggunakan hati dalam bekerja, berkarya, mencipta.

Siapapun bisa mengubah dunia, jika mau. Seperti yang dikatakan Steve Jobs, people with passion can change the world. Buku ini adalah percikan renungan, pemikiran dan pengalaman penulisnya sebagai praktisi aktif periklanan yang akan menyalakan lagi passion itu, untuk membuat dunia jadi lebih baik.

Bukan sekedar brand building tapi brand gardening. Tak cukup hanya membangun brand, tapi bagaimana menjadikan brand sebagai elemen terindah di taman hati.

Saat menutup buku ini di halaman terakhir, saya merasakan benih cinta itu tumbuh pelan-pelan, ketika saya menatap dunia advertising sekali lagi dengan mata kanak-kanak yang jernih tanpa prasangka.

Semoga kehadiran buku langka ini di taman advertising tempat brand-brand bertumbuh, menjadi setetes embun yang menyejukkan jiwa-jiwa kreatif yang resah. Menjadi persemaian bibit-bibit kejujuran yang makin memanusiakan kita semua. 

*Tulisan ini adalah pengantar untuk Buku Brand Gardener karya Mas Handoko Hendroyono

Image from: http://www.gubukbuku.com/content/uploads/mtoc/product_images/40111010150563120436993110989191992928985160074781n.jpg dan http://www.mytulisan.com/wp-content/uploads/2012/03/BLOG.jpg

Comments

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan ...

Dari Google Untuk Indonesia

Jika Google aja peduli untuk mengingatkan kita semua bahwa hari ini - 17 Agustus 2009 - bangsa besar ini sedang merayakan hari kemerdekaannya, apa bentuk kepedulian kita pada kemerdekaan kita sendiri? Tidak usah buru-buru menjawab. Mari kita lihat di cermin masing-masing, apakah sebentuk sosok yang nampak di hadapan kita itu sudah cukup berbuat untuk bangsanya sendiri, untuk sebuah kata yang membuat kita takjub: INDONESIA. Yang sudah terlanjur ya sudah. Saatnya menatap tajam ke depan, menunjukkan pada dunia sebuah pekik yang takkan tertelan oleh jaman, yang akan bergema 1000 tahun bahkan lebih lama lagi: MERDEKA! Lalu kita wujudkan pekik itu dalam gerak hidup kita selanjutnya. Dengan kemandirian dan keberanian. Jangan lagi kita mempermalukan para pendahulu kita, para pejuang yang gagah berani mengusir penjajah.  Kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan. Kemerdekaan justru awal bagi perjalanan Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar, yang kita banggakan bersama.

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena...