Badan saya remuk. Dihajar perjalanan panjang dan tugas yang tak habis-habis. saya telah dholim pada diri saya sendiri, tubuh saya yang ringkih menjerit. Badan saya menggigil, mata saya merah dan batuk hadir bersahut-sahutan dengan deras hujan yang menyapu pelataran.
Sepulangnya saya dari Kongres PPPI di Bandung kemarin, tubuh saya pun menyerah. Saya ambruk, menerima resiko atas pemaksaan kemampuan yang keterlaluan. Saya terlalu memforsirnya. Padahal minggu sebelumnya saya sudah muntah-muntah dalam perjalanan dari Bandung ke Purwokerto via darat. Padahal minggu-minggu sebelumnya saya sudah mendekam di kamar hotel di Malang, menggigil karena demam di sela-sela memberikan workshop Indosat.
Ya, inilah pelajaran yang harus saya terima dengan besar hati. Saat malam-malam yang dingin dan basah saya sibuk batuk tak henti-henti. Tak sedikitpun mata bisa terpejam, capek sekali. Sebegitu capeknya sampai saya tertidur karena capek, bukan karena ngantuk. Tubuh lemas sekali tak mau digerakkan, ngilu-ngilu. Dan ya, di saat seperti ini saya memang harus meninggalkan segala yang berbau pekerjaan.
Hmmm... tidak mudah membawa mimpi yang menyalakan hasrat kita. Salah-salah, adrenaline yang memancar akan merusak hardware-nya, ya tubuh saya ini. Dengan software canggih super cepat yang siap ngegas tapi nyatanya hardware gak support. Lantas hang. Sehingga perlu restart, atau install ulang, atau format ulang.
Mungkin yang terakhir lebih cocok. Agar saya terlahir lagi. Seperti Gatotkaca keluar dari kawah Chandradimuka. Dengan kesaktian luar biasa, dengan kemampuan terbang secepat kilat, dengan daya tempur yang sempurna.
Tapi Gatotkaca yang tanpa kumis. Saya tak suka kumis. Karena kumis akan menyebabkan batuk saya makin parah. Tanpa kumis pun batuknya sudah keterlaluan, menyiksa saya berhari-hari dan belum tahu kapan berhenti.
Terima kasih atas peringatan ini ya Tuhan. Semoga makin menambah syukurku atas segala karunia-Mu yang kemarin-kemarin kusia-siakan. Kesehatan adalah harta termahal, yang untuk mendapatkannya seringkali kita tak bisa menawar.
Sepulangnya saya dari Kongres PPPI di Bandung kemarin, tubuh saya pun menyerah. Saya ambruk, menerima resiko atas pemaksaan kemampuan yang keterlaluan. Saya terlalu memforsirnya. Padahal minggu sebelumnya saya sudah muntah-muntah dalam perjalanan dari Bandung ke Purwokerto via darat. Padahal minggu-minggu sebelumnya saya sudah mendekam di kamar hotel di Malang, menggigil karena demam di sela-sela memberikan workshop Indosat.
Ya, inilah pelajaran yang harus saya terima dengan besar hati. Saat malam-malam yang dingin dan basah saya sibuk batuk tak henti-henti. Tak sedikitpun mata bisa terpejam, capek sekali. Sebegitu capeknya sampai saya tertidur karena capek, bukan karena ngantuk. Tubuh lemas sekali tak mau digerakkan, ngilu-ngilu. Dan ya, di saat seperti ini saya memang harus meninggalkan segala yang berbau pekerjaan.
Hmmm... tidak mudah membawa mimpi yang menyalakan hasrat kita. Salah-salah, adrenaline yang memancar akan merusak hardware-nya, ya tubuh saya ini. Dengan software canggih super cepat yang siap ngegas tapi nyatanya hardware gak support. Lantas hang. Sehingga perlu restart, atau install ulang, atau format ulang.
Mungkin yang terakhir lebih cocok. Agar saya terlahir lagi. Seperti Gatotkaca keluar dari kawah Chandradimuka. Dengan kesaktian luar biasa, dengan kemampuan terbang secepat kilat, dengan daya tempur yang sempurna.
Tapi Gatotkaca yang tanpa kumis. Saya tak suka kumis. Karena kumis akan menyebabkan batuk saya makin parah. Tanpa kumis pun batuknya sudah keterlaluan, menyiksa saya berhari-hari dan belum tahu kapan berhenti.
Terima kasih atas peringatan ini ya Tuhan. Semoga makin menambah syukurku atas segala karunia-Mu yang kemarin-kemarin kusia-siakan. Kesehatan adalah harta termahal, yang untuk mendapatkannya seringkali kita tak bisa menawar.
Comments