Hambatan yang paling sering dihadapi oleh desainer grafis atau biro iklan (terutama di Yogyakarta) adalah yang menyangkut HAKI terhadap suatu image (ilustrasi, fotografi atau bahan desain lainnya) yang akan digunakan dalam suatu creative artwork. Dengan adanya keterbatasan budget akibat nilai jual jasa kreatif yang masih rendah, agak sulit jika seluruh proses kreatif yang memerlukan image yang baik (berkualitas tinggi) dan dengan prosedur yang benar (tidak ngambil punya pihak lain).
Apalagi masih buanyak (perhatikan tambahan sisipan ‘u’nya) klien yang maunya cuma membayar biaya produksi atas sebuah output kreatif, atau biaya placement doang. Realitanya, memang agak sulit buat biro iklan untuk men-charge biaya fotografi, ilustrasi, model atau bahkan – ironisnya - biaya desain sendiri. Sehingga sebagai jalan pintas, mereka menggunakan image bank yang meskipun sebagian bisa di-download free dari internet (makanya sering ada image sama yang digunakan oleh biro desain yang berbeda). Sebagian yang lain mesti diefek sedemikian rupa – karena tidak gratis – supaya terlihat beda dengan aslinya. Jelas ini sebuah tindakan yang kurang pantas, sebagai akibat kurangnya apresiasi klien terhadap proses kreatif.
Tentu saja kita tidak bisa membiarkan situasi yang membelenggu kreativitas ini terus berlanjut. Seminar atau sarasehan tentang kreativitas misalnya, perlu lebih sering diadakan untuk memberikan penyadaran dan edukasi atas pentingnya penghargaan terhadap karya kreatif. Hal ini tidak saja ditujukan buat klien yang memang price minded, tapi lebih penting juga terhadap biro-biro desain yang sekedar order minded. Asal ada margin keuntungan dari setiap order, langsung saja dikerjakan tanpa mempertimbangkan kualitas output kreatif dan fungsi komunikasit persuasifnya terhadap target audience.
Idealnya, kita memperlakukan image bank hanya sebagai sumber inspirasi untuk visualisasi sebuah ide. Dari pijakan itu, kita wajib membuat bentuk visualisai, ikon atau ilustrasi yang berbeda. Jika kita sedang buntu banget, untuk menyegarkan otak, bolehlah kita lihat-lihat image bank (yang memang jenisnya beraneka macam itu) sehingga kita mendapatkan perspektif visual baru. Atau – seperti yang terjadi di biro iklan Jakarta – kita beli aja hak pemakaian image-nya jika memang budget untuk itu terpenuhi. Sehingga kita tidak terlibat dalam upaya pelanggaran HAKI orang lain.
Memandang lebih jauh ke depan, kita juga mulai perlu berfikir untuk melindungi karya kreatif kita dengan mendaftarkan hak ciptanya. Sehingga hal-hal buruk seperti yang pernah terjadi pada Dagadu (PT. Dagadu Aseli Jokja) ketika hak cipta logonya justru tidak dimiliki sendiri oleh pemiliknya yang sah. Seperti juga yang pernah saya alami ketika mendaftarkan situs kantor saya: www.petakumpet.com ternyata sudah ada yang mendaftarkan nama itu untuk sewa selama 10 tahun dan dalam kondisi underconstruction, sehingga situs yang kita pakai sekarang adalah: www.petakumpetworld.com. Agak kepanjangan sih menurut saya, tapi gimana lagi? Kita memang belum punya hak patennya.
Thomas Alva Edison yang lebih kita kenal dari mahakarya bolamnya, ternyata memiliki lebih dari 1000 paten untuk penemuan-penemuannya yang lain, yang ketika dikembangkan menjadi sebuah industri oleh General Electric (Edison sendiri salah satu founder-nya) akhirnya mendatangkan kekayaan yang tidak akan habis bahkan setelah Edison meninggal dunia.
Sekedar selingan: tahukah Anda siapakah yang memiliki paten untuk mesin ketik dengan kecepatan rendah untuk menghilangkan suara gaduh? Atau roda pengerek dengan gigi-gigi lengkung untuk meminimalkan gesekan? Agak aneh mendengar bahwa pemilik ide itu adalah Albert Einstein, si penemu teori relativitas (E=m.c2).
Tapi yang patut dicatat adalah kesadaran Edison dan Einstein untuk mendaftarkan penemuannya ke lembaga paten di awal tahun 1900-an. Apakah kini di tahun 2004 (seabad kemudian) kita telah memiliki kesadaran itu?
Kesadaran yang masih minim di kalangan insan kreatif di daerah mungkin sama minimnya dengan tingkat pengetahuan kita tentang HAKI dan segala manfaatnya. Ada baiknya proses kreatif penciptaan yang dilakukan dengan susah payah itu mulai dipikirkan hak ciptanya, sehingga tidak dimanfaatkan sepihak oleh mereka yang tidak berhak. Selamat berkarya dengan ide-ide yang lebih kreatif lagi dengan proses yang benar. Selanjutnya, biarkan HAKI melindungi karya tersebut untuk kepentingan Anda. Tidak saja untuk masa sekarang, tapi juga buat yang akan datang.
Apalagi masih buanyak (perhatikan tambahan sisipan ‘u’nya) klien yang maunya cuma membayar biaya produksi atas sebuah output kreatif, atau biaya placement doang. Realitanya, memang agak sulit buat biro iklan untuk men-charge biaya fotografi, ilustrasi, model atau bahkan – ironisnya - biaya desain sendiri. Sehingga sebagai jalan pintas, mereka menggunakan image bank yang meskipun sebagian bisa di-download free dari internet (makanya sering ada image sama yang digunakan oleh biro desain yang berbeda). Sebagian yang lain mesti diefek sedemikian rupa – karena tidak gratis – supaya terlihat beda dengan aslinya. Jelas ini sebuah tindakan yang kurang pantas, sebagai akibat kurangnya apresiasi klien terhadap proses kreatif.
Tentu saja kita tidak bisa membiarkan situasi yang membelenggu kreativitas ini terus berlanjut. Seminar atau sarasehan tentang kreativitas misalnya, perlu lebih sering diadakan untuk memberikan penyadaran dan edukasi atas pentingnya penghargaan terhadap karya kreatif. Hal ini tidak saja ditujukan buat klien yang memang price minded, tapi lebih penting juga terhadap biro-biro desain yang sekedar order minded. Asal ada margin keuntungan dari setiap order, langsung saja dikerjakan tanpa mempertimbangkan kualitas output kreatif dan fungsi komunikasit persuasifnya terhadap target audience.
Idealnya, kita memperlakukan image bank hanya sebagai sumber inspirasi untuk visualisasi sebuah ide. Dari pijakan itu, kita wajib membuat bentuk visualisai, ikon atau ilustrasi yang berbeda. Jika kita sedang buntu banget, untuk menyegarkan otak, bolehlah kita lihat-lihat image bank (yang memang jenisnya beraneka macam itu) sehingga kita mendapatkan perspektif visual baru. Atau – seperti yang terjadi di biro iklan Jakarta – kita beli aja hak pemakaian image-nya jika memang budget untuk itu terpenuhi. Sehingga kita tidak terlibat dalam upaya pelanggaran HAKI orang lain.
Memandang lebih jauh ke depan, kita juga mulai perlu berfikir untuk melindungi karya kreatif kita dengan mendaftarkan hak ciptanya. Sehingga hal-hal buruk seperti yang pernah terjadi pada Dagadu (PT. Dagadu Aseli Jokja) ketika hak cipta logonya justru tidak dimiliki sendiri oleh pemiliknya yang sah. Seperti juga yang pernah saya alami ketika mendaftarkan situs kantor saya: www.petakumpet.com ternyata sudah ada yang mendaftarkan nama itu untuk sewa selama 10 tahun dan dalam kondisi underconstruction, sehingga situs yang kita pakai sekarang adalah: www.petakumpetworld.com. Agak kepanjangan sih menurut saya, tapi gimana lagi? Kita memang belum punya hak patennya.
Thomas Alva Edison yang lebih kita kenal dari mahakarya bolamnya, ternyata memiliki lebih dari 1000 paten untuk penemuan-penemuannya yang lain, yang ketika dikembangkan menjadi sebuah industri oleh General Electric (Edison sendiri salah satu founder-nya) akhirnya mendatangkan kekayaan yang tidak akan habis bahkan setelah Edison meninggal dunia.
Sekedar selingan: tahukah Anda siapakah yang memiliki paten untuk mesin ketik dengan kecepatan rendah untuk menghilangkan suara gaduh? Atau roda pengerek dengan gigi-gigi lengkung untuk meminimalkan gesekan? Agak aneh mendengar bahwa pemilik ide itu adalah Albert Einstein, si penemu teori relativitas (E=m.c2).
Tapi yang patut dicatat adalah kesadaran Edison dan Einstein untuk mendaftarkan penemuannya ke lembaga paten di awal tahun 1900-an. Apakah kini di tahun 2004 (seabad kemudian) kita telah memiliki kesadaran itu?
Kesadaran yang masih minim di kalangan insan kreatif di daerah mungkin sama minimnya dengan tingkat pengetahuan kita tentang HAKI dan segala manfaatnya. Ada baiknya proses kreatif penciptaan yang dilakukan dengan susah payah itu mulai dipikirkan hak ciptanya, sehingga tidak dimanfaatkan sepihak oleh mereka yang tidak berhak. Selamat berkarya dengan ide-ide yang lebih kreatif lagi dengan proses yang benar. Selanjutnya, biarkan HAKI melindungi karya tersebut untuk kepentingan Anda. Tidak saja untuk masa sekarang, tapi juga buat yang akan datang.
Comments