Beberapa
hari terakhir, kita ditinggalkan oleh tokoh-tokoh bangsa. Pada 23 Mei 2019, Ust.
Arifin Ilham wafat di Malaysia. Pada 1 Juni 2019, Ibu Ani Yudhoyono wafat di
Singapura. Dan tak terhitung berapa banyak saudara-saudara kita kaum muslimin
yang diberi-Nya kesempatan menikmati Ramadhan tahun ini tapi tak sampai
berujung di Idul Fitri.
Ada seorang sahabat Gus Dur, pemuka agama Konghucu bernama Bingky yang pernah bertanya pada beliau,"Gus, orang yang sukses iku piye?
-->
Di
bukunya Lorong Sakaratul Maut, Agus Mustofa menulis tentang proses kematian
yang sudah disiapkan oleh Allah SWT untuk kita semua:
Setiap tarikan nafas,
kita menghirup oksigen yang membakar triliunan sel tubuh. Itu berarti kita
sedang melakukan penghancuran diri sendiri secara perlahan-lahan. Metabolisme yang
terjadi, selain bersifat menghidupi, ternyata sekaligus bermakna 'bunuh diri'.
Jadi,
di sinilah kita berada. Di alam semesta yang rapuh. Yang sudah didesain oleh
Yang Maha Kuasa untuk - pada waktunya - secara otomatis akan mengalami kematian,
baik secara individu yang menimpa makhluk-makhluknya maupun secara total yang
meliputi kehancuran alam semesta.
Seolah-olah,
kita telah dipasangi detonator bom
biologis dalam sel tubuh kita yang timer-nya
mulai berdetak sejak kita mulai bernafas. Dan sambil menunggu kematian vang
sesungguhnya datang, Allah mengingatkan kita semua tujuan kehidupan di dunia
ini untuk beribadah. Untuk menjalankan ketaatan ritual dan keshalihan sosial, sehingga
hidup kita yang sementara ini menjadi berkah, menjadi rahmatan lil 'alamiin.
Justru
karena kita tidak kekal di dunia ini, maka kehidupan ini sungguh sangat berharga
dan lebih dari sekadar layak untuk dijalani. Allah mengingatkan bahwa saat
kita berangkat tidur, tak ada jaminan
bahwa kita pasti bangun. Artinya: berangkat tidur seolah mengakhiri hidup kita
hari itu.
Kita
diajarkan berdoa ketika bangun tidur:
Alhamdullillahilladzi
ahyaanaa bada maa amaatanaa wa ilaihin nushur
Segala
puji bagi Allah yang membangkitkan kami setelah kami mati (tidur) dan
kepada-Nya kami kembali.
Pertanyaan
terpenting setelah bangun tidur adalah: jika hari ini adalah hari terakhir
hidup saya, apa yang akan saya lakukan hari ini?
Mengingat
kita pasti mati sangat membantu kita mengambil keputusan atas pilihan-pilihan
tersulit dalam hidup. Melindungi kita dari perbuatan sia-sia. Sebab segala hal
dalam kehidupan menjadi tak berharga di depan wajah kematian. Mengingat mati adalah
cara terbaik untuk menghilangkan kekhawatiran bahwa kita akan kehilangan
sesuatu. Kita lahir tak bawa apa-apa. Kita mati tak bisa bawa apa-apa.
Mengingat
kematian, seharusnya membuat kita sadar untuk tidak menunda-menunda berbuat baik
selagi ada kesempatan. Akan sampai nanti dalam kehidupan kita, di mana ketika
kita sungguh ingin berbuat baik tapi kesempatannya tidak memungkinkan.
Saya
pribadi pernah mengalami hal seperti ini. Saat suatu hari pengeeen banget
bersedekah karena mendengar Ibu saya masuk rumah sakit sementara saya tidak
bisa pulang untuk menemaninya. Saya belajar, bahwa sedekah akan menyembuhkan
penyakit. Dan Allah akan menolong hamba-Nya ketika dia mau menolong hamba-Nya
yang lain yang lebih susah.
Semalaman
saya cari gelandangan, bapak-bapak pengangkut sampah, ibu-Ibu penyapu jalan di
seputar Malioboro untuk saya berikan sedekah. Subhanallah! Di Malioboro yang begitu ramai, tidak ketemu satu pun!
Ini sungguh ajaib. Untuk berbuat baik saja, kita butuh orang lain. Bahkan, saat
saya ingin memasukkan uang saya ke kotak amal sebuah masjid, pintu masjid itu
pun terkunci! Saya terduduk di pinggir jalan dan istighfar berkali-kali. Malam itu saya pulang dengan kesedihan mendalam.
Keinginan sedekah harus ditunda esoknya.
Kalau
Anda saya tanya kapan lahirnya, Insya
Allah bisa jawab dengan benar. Tapi kalau saya tanya kapan meninggalnya,
sebagian besar takkan bisa menjawab. Kematian itu ghaib, tak ada yang tahu kapan dan dimana ujung umur kita.
Tapi
ternyata, ada lho yang tahu. Ada.
Belajar
dari peristiwa wafatnya Gus Dur (Abdurrahman Wahid, mantan presiden RI) pada
2009 lalu, ada tanda-tanda bahwa malaikat 'seolah' membocorkan rahasia takdir-Nya,
sehingga Gus Dur tahu bahwa kematiannya telah dekat. Tanda-tanda itu terbaca
sekitar dua minggu sebelum wafatnya.
Dari
Jakarta, Gus Dur pulang ke Jombang untuk berziarah ke makam beberapa kyai besar
lewat jalan darat. Beliau mampir ke Pondok Gus Mus di Rembang. Terjadilah
dialog ini.
"Mus,
tolong minggu depan aku didoakan ya," kata Gus Dur.
"Lho,
kenapa nunggu minggu depan? Sekarang saja saya doakan Gus," jawab Gus Mus.
"Tidak,
minggu depan saja. Makasih, ya..."
Gus
Dur pun pamit. Saat balik dari Jombang ke Surabaya, sesampainya di Mojokerto,
ia minta balik lagi ke Jombang karena merasa dipanggil oleh kakeknya, KH Hasyim
Asy'ari.
Sesampainya
di makam KH Hasyim Asy'ari, Gus Dur ziarah dan berdoa. Dan saat itu terdengar
oleh para pengiringnya, Gus Dur berkata, "Saya pamit dulu va, Mbah. Insya Allah minggu depan ke sini
lagi." Hari itu Kamis, 24 Desember 2009.
Seorang
pengiringnya bertanya, "Gus, beneran mau ke sini lagi minggu depan? Kan
hari ini udah ziarah?"
Gus
Dur menjawab, "Aku enggak ngomong sama kamu. Aku ngomong sama Mbah
Hasyim."
Dan
enam hari kemudian, di RSCM Jakarta, 30 Desember 2009, Gus Dur wafat. Persis
seperti janji Gus Dur, Kamis, 31 Desember 2009 jenazahnya sampai di lokasi
pemakaman keluarga pendiri NU itu, yang ia datangi seminggu sebelumnya.
Masih
ingat doa yang diminta Gus Dur pada Gus Mus saat berkunjung ke Rembang? Jika
diperhatikan dengan seksama upacara pemakamannya, ada sedikit keanehan. Karena
di situ ada dua orang yang memimpin doa. Biasanya cukup satu orang yang berdoa,
yaitu Surya Dharma Ali (Menteri Agama) sebagai bagian dari protokoler resmi
upacara kenegaraan. Tapi ada satu lagi doa tambahan oleh Gus Mus, untuk
memenuhi janjinya mendoakan Gus Dur sahabatnya sesuai permintaannya.
Ada seorang sahabat Gus Dur, pemuka agama Konghucu bernama Bingky yang pernah bertanya pada beliau,"Gus, orang yang sukses iku piye?
Jawab Gus Dur,"Orang sukses itu jangan
dilihat waktu hidupnya. Sampeyan
delok pas nanti mati. Berapa orang yang nganterin? Berapa orang
yang nangisi? Berapa orang yang ndongani?”
Ratusan ribu bahkan jutaan orang mendoakan Gus
Dur, Ust. Arifin Ilham dan Bu Ani Yudhoyono. Doa kita juga untuk beliau-beliau
dan untuk semua saudara-saudara kita yang telah dipanggil Allah mendahului kita
semua. Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk-Nya sebagai bekal kita semua
di ujung Ramadhan ini. Semoga Allah khusnul
khatimah-kan kita semua di ujung waktu kita. Amiin ya Robbal 'alamiin.
Comments
(E-MAIL) globalfinanceloancompany1@gmail.com
terima kasih