Skip to main content

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..."

Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan.

Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective Peopledi Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan uang tersisa saya pun memaksakan diri membelinya. Resikonya saya tahu pasti: jatah makan pun harus berkurang baik kuantitas maupun kualitasnya.
Buku itu memberikan begitu banyak pencerahan untuk manajemen waktu saya, saya akan coba kutipkan beberapa tipsnya Om Covey: 

1. Bersikap Proaktif
Saat ketemu masalah, kita bisa memilih bersikap reaktif atau proaktif. Kita reaktif saat cenderung menyalahkan orang lain atau keadaan yang sulit. Sikap proaktif adalah bertanggung jawab atas setiapsegi kehidupan kita, membuat kita mengambil inisiatif dan tindakan. Dengan sikap proaktif, kita tidak membiarkan diri terhanyut oleh keadaan, tetapi justru kita yang mengendalikan keadaan. Dalam konsep stimulus dan respons, keadaan adalah stimulus yang tidak dapat dikendalikan, tetapi manusia mempunyai daya untuk memilih respons apa yang akan dia ambil.

2. Menentukan Tujuan Akhir
Banyak orang memiliki cita-cita dan tujuan hidup, tetapi sedikit yang mampu memvisualisasikan dan menuangkan visi hidupnya itu dalam suatu pernyataan. Dengan membuat Pernyataan Misi Pribadi, kita dibantu untuk berkonsentrasi dan mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi apa yang akan dihadapi sebelum kita bertindak.
 
3. Dahulukan Yang Utama
Kita harus mempunyai skala prioritas untuk tujuan-tujuan jangka pendek, dengan tidak melupakan tugas-tugas yang walaupun terlihat tidak mendesak tetapi ternyata penting. Dengan sempitnya waktu, seorang pemimpin harus mampu mendelegasikan sebagian tugasnya. Pendelegasian tersebut akan efektif bila sejak awal ada kesepakatan hasil yang ingin dituju, jadi bukan semata rincian rencana kerja dari atas.

4. Berfikir Saling Memenangkan
Bila kita terbiasa memikirkan solusi yang saling menguntungkan (win-win solution) bagi kedua belah pihak, maka kita dapat meningkatkan hubungan kerja sama yang lebih efektif dalam mencapai tujuan. Merasa menang sendiri itu mungkin menyenangkan tapi hanya sesaat, sekalinya ada pihak yang merasa dikalahkan dalam sebuah hubungan maka rapuhlah hubungan itu, tak akan berdimensi jangka panjang.

5. Berusaha Mengerti Dulu, Baru Dimengerti
Bila kita memberi suatu nasehat tanpa berempati atau tanpa memahami situasi orang tersebut, kemungkinan besar nasehat tersebut akan ditolak atau tidak berguna. Maka biasakan untuk “paham dulu baru bicara” agar komunikasi berjalan dengan efektif. Mendengarkan adalah ibu dari pemahaman, modal terbesar sebelum didengarkan.

6. Bersinergi
Berusahalah untuk mencapai sinergi positif bila bekerja dalam tim. Perbedaan nilai-nilai yang ada harus dihormati, dibangun kekuatannya, dan saling men-support kelemahan masing-masing. Memaksimalkan potensi dan kontribusi setiap anggota tim. Jika sinergi dapat dicapai, maka hasil satu tim lebih besar daripada hasil anggota bila bekerja sendiri-sendiri. Ingat TEAM adalah Together Everyone Acieves More.

7. Asahlah Gergajimu

Kebiasaan ini berfokus pada pembaharuan diri secara mental, fisik, emosional/sosial, dan spiritual yang seimbang. Untuk dapat terus produktif, seseorang juga harus menyegarkan dirinya dengan memiliki aktivitas-aktivitas rekreasi. Jangan sampai pekerjaan yang menggunung membuat burn out, selingi dengan belajar, memperbaharui ilmu dan me-refresh otak agar siap bertempur kembali.

Begitulah, berbekal tips dari Om Covey saya mencoba memperbaiki jadual hidup saya. Alhamdulillah pelan-pelan mulai tertata. Tapi namanya manusia, ini pun pasang surut. Disiplin pribadi adalah bagian tersulit dari setiap perjalanan untuk mewujudkan sukses di masa depan.

Sampai akhirnya saya pun mencapai satu titik pemahaman, bahwa logika dan kebiasaan baik yang saya jalani ini - termasuk setelah menerapkan saran-sarannya Om Covey - belumlah cukup karena kesalahan saya sendiri: cita-cita saya yang terlalu besar butuh persiapan yang extra ordinary. Jadi setelah saya tata pekerjaan-pekerjaan saya, awalnya memang tertata. Lalu jumlah pekerjaan itu makin banyak menggunung, saya tata sedemikian rupa pun: tak terselesaikan juga. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun saya menjadi budak atas cita-cita saya sendiri. Saya bekerja bagai kuda, tak menikmati prosesnya yan penting rampung tanggung jawab untuk menuju tahapan berikutnya. Saya kembali kecapekan, jiwa raga.

Sampai suatu hari saya menemukan beberapa ciri-ciri yang dikemukakan Ustadz Yusuf Mansur dalam kehidupan saya: sibuk tiada henti, kurang tiada cukup, rugi tiada untung

Begitulah, saya sibuk tiada henti. Pekerjaan satu belum selesai datang lagi pekerjaan berikutnya. Presentasi ke satu klien sedang berjalan, hp sudah berbunyi karena klien berikutnya sudah tidak sabar nunggu. Jadual berantakan, banyak acara penting datangnya barengan, seolah-olah solusi yang tersedia adalah menjadi amuba yang bisa membelah diri jadi dua atau sepuluh. Saya ditarik ke kanan, ditarik ke kiri rasanya tak punya hak untuk menentukan jadual sendiri. Seringkali dalam kondisi pikiran penuh dan penat, badan luluh lantak tapi harus pasang senyum manis di depan klien yang tak ramah, sampai sebuah lagu dangdut pun menyindir: itu senyum membawa luka. Saya tak punya lagi waktu baca buku, nulis catatan harian apalagi nonton film. Saya sibuk sesibuk-sibuknya, terlihat sukses di luaran karena jarang bisa ketemu jika janjian tapi sungguh menderita di dalam. Tidur pun jadi begitu mahal buat saya padahal jiwa raga saya sudah ringsek seringsek-ringsiknya.


Dan anehnya lagi, rejeki saya tidak bisa terjamin karena kerja keras itu. Betul bahwa puluhan bahkan ratusan juta rupiah bersliweran saat itu tapi rasanya cuma numpang lewat aja di rekening. Berapapun uang yang kita terima, selalu kurang untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga saat kantor butuh komputer baru untuk mengimbangi permintaan, terpaksa hutang atau kredit. Bahkan saat sakit dan harus periksa ke dokter dan butuh obat ratusan ribu rupiah, uangnya tak tersedia. Klien yang harusnya bayar sekian juta saat itu - sehingga bisa dikasbon dulu untuk beli obat - tak ada kabarnya, ditelepon tidak aktif, didatangi kantornya sepi. Jadual masuknya uang seringkali tidak tepat waktu sesuai kebutuhan. Saat perlu banget, kas malah kosong. Hari-hari saya diisi kepanikan karena takut mengecewakan orang lain, mengecewakan klien, saya selalu merasa kekurangan tak pernah cukup.


Lalu puncaknya, kerugian demi kerugian melengkapi penderitaan saya. Tadi saya cerita di awal, beberapa komputer didatangkan dengan kredit untuk memenuhi permintaan pekerjaan. Tapi justru pekerjaannya itu malah ada aja yang keliru, lalu dikomplain, jika bukan kita yang salah malah kliennya yang mencari cara agar bisa bayar murah dengan mencari-cari kesalahan. Bikin divisi bisnis baru untuk mengembangkan sayap, bangkrut juga. Hanguslah ratusan juta. Sehingga karena cash flow tak lancar, kita pun makin menumpuk hutang untuk memenuhi tanggung jawab. Seringkali di akhir hari menjelang tidur, saya berfikir ini gimana ceritanya bikin perusahaan biar bisa mandiri dan menolong banyak orang malah jadi menyusahkan diri sendiri begini. Pengennya untung malah buntung, duuuhhh....


Setelah saya bercermin pada apa yang saya lakukan setiap hari, saya coba mengambil jarak dari semua masalah-masalah berat yang hadir, ketemulah saya sebabnya mengapa saya jadi begini. Ketemulah saya asal-muasal mengapa hidup saya minus, rugi melulu, panik terus-menerus, rasanya kurang dan selalu kelelahan mengejar cita-cita.

Dan tahun-tahun pun berlalu....


Alhamdulillah hari ini saya masih bisa menyelesaikan baca 3-5 buku setiap minggu. Nonton film pun bisa sekali seminggu. Setiap sore masih sempat ngopi atau ngeteh dengan tenang, kerjaan di kantor juga ada aja dan sangat sangat sangat jarang komplain-nya. Saya bertanggung jawab atas pekerjaan yang lebih banyak saat ini dibanding dulu tapi saya lebih bisa menikmati prosesnya, tak terburu-buru, tak panik, tidak kelelahan di ujung hari. Hidup saya lebih tenang, lebih damai.


Ok, cerita saya masih akan berlanjut. Apa yang diperlukan untuk mengendalikan kesibukan, mengundang keuntungan dan mendapatkan waktu yang cukup untuk menikmatinya?

Pesan saya masih sama: sabar ya nunggunya. Kisah yang saya sampaikan ini berlangsung bertahun-tahun, jadi menunggu beberapa hari untuk tahu jawabannya rasanya tak lama.

Tetap semangat menyapa hari Senin, kuatkan doanya maksimalkan ikhtiarnya. Percayalah keajaiban akan selalu hadir jika kita mau mengundangnya, dengan kesungguhan menengadahkan tangan kepada-Nya, sambil berbagi pada sesama semampu kita. Semaksimal kemampuan kita. Seperti teman-teman semua, saya pun harus kembali bekerja. Salam :)
Notes:
Uraian ttg 7 Habbits of Highly Effective People dilengkapi juga dari http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_10539/title_the-seven-habits-of-highly-effective-people/

Comments

Anonymous said…
wah keren mas...
sejujurnya saya sudah lama membaca blog nya mas arief...

saya tunggu kelanjutannya mas..
kita memang harus seimbang dalam mendekatkan diri pada alloh selain kita juga harus banyak berusaha secara tepat

semoga semakin menarik
7 habit merupakan salah satu buku yang mempengaruhiku sejak SMA mas.. :)
Ahmadi Amrun said…
wah, tulisan bagus...
gak perlu beli bukunya nih, sudah diwakili dengan tulisan ini.

Salam kenal,
Sesama penggemar shopping jogja...heheh
Rifki said…
ditunggu kelanjutannya mas Arief :-)

Popular posts from this blog

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seberat