Skip to main content

Ikhtiar Mewujudkan Ruang Publik yang Bersih dan Manusiawi

(Tanggapan atas Tulisan Pinasthika Creativestival dan Sampah Visual)


Kemarin, Senin 21 September 2015, di Kolom Analisis KR saya baca tulisan Pak Sumbo Tinarbuko – penulis dan relawan Komunitas Reresik Sampah Visual sekaligus dosen saya - jadi langsung kangen ingin menulis lagi.

Sejujurnya saya menuliskan ini untuk bisa mendapatkan pencerahan dari Pak Sumbo tentang angle yang beliau lihat: dari sisi sebelah mana Pinasthika Creativestival yang sudah 16 tahun usianya, dianggap tidak memperlihatkan aksi keberpihakan pada kebersihan ruang publik? 

Pinasthika Creativestival, yang merupakan kolaborasi Harian Kedaulatan Rakyat dan P3I (Persatuan Perusahaan Periklanan) DI. Yogyakarta selalu konsisten dan seide untuk membersihkan sampah visual dari ruang publik. Selalu hormat dan salut untuk aksi Pak Sumbo dan kawan-kawan Reresik Sampah Visual. Kita juga terus mendesak pemerintah agar turun tangan lebih serius untuk menjaga kebersihan kotanya. Dan saat pemerintah kota/kabupaten seolah tak mendengar dan terkesan membiarkan, kita tidak berhenti melontarkan kritik-kritik yang sangat keras, walau tak semua kritik kita buka di ruang publik. 

Tahun ini Pinasthika mengangkat From Hero to Hore sebagai tema festival yang menjadikan kreativitas tak sekedar sebagai problem solver tapi juga menjadi tools dan engine yang membahagiakan. Bukan sekedar mendatangkan benefit secara ekonomi tapi juga meningkatkan index of happiness warga masyarakat. Bahkan untuk detailnya menukik lagi lebih dalam secara substantif fundamental untuk percepatan pengembangan ekonomi kreatif: mulai mengimplementasikan creative ecosystem secara riil agar ide kreatif lebih cepat tumbuh menjadi creative community, creative business dan creative network yang sustainable. Kita mengejar perubahan yang fundamental agar kreativitas dan ekonomi kreatif ini menjadi solusi bagi masa depan Jogja dan juga Indonesia. 

Pinasthika juga mendorong BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif) untuk menyampaikan program riil bagi pengembangan ekonomi kreatif Indonesia, bukan sekedar wacana dan policy semata. Bapak Triawan Munaf (Kepala BEKRAF) menyampaikan bahwa aksi riil BEKRAF untuk menjadikan karya kreatif berbentuk naskah film, lagu, copyright dan yang biasa disebut intangible asset  sedang diperjuangkan bersama OJK (Otoritas Jasa Keuangan) agar bisa digunakan sebagai agunan pinjaman modal sehingga kawan-kawan yang bergerak di bidang kreatif bisa berkarya dan mencipta dengan maksimal. Juga aksi riil memberantas pembajakan dengan merancang platform online penyedia lagu dan film legal yang ramah pengguna dari sisi kualitas lagu dan harganya, dikombinasikan dengan penegakan hukum yang lebih progresif bekerjasama dengan aparat penegak hukum serta merevisi peraturan perundang-undangan yang lebih pro pada para pencipta. Ini contoh beberapa quick wins BEKRAF yang akan diwujudkan selambat-lambatnya awal tahun depan.

Pinasthika bersama kawan-kawan Indonesia Creative City Network (ICCN) juga bersinergi untuk me-riil-kan konsepsi jejaring kota kreatif di Indonesia, menjadi sparring partner aktif bagi pemerintah kota masing-masing untuk mewujudkan kota kreatif, kota yang manusiawi dan menyediakan fasilitas publik yang maksimal bagi pengembangan kreativitas warganya.

Memang tahun ini tak ada tema tentang sampah visual yang dibahas karena kita memandang isu sepenting itu sudah harus dieksekusi segera, keluar dari cangkang telur wacana. Sudah harus real action. Bukan hanya action plan semata.

Kawan-kawan di P3I Jogja dan Pinasthika setahu saya bekerja sangat keras untuk terus mendorong pembersihan sampah visual ini, dengan caranya masing-masing. Tak selalu dengan mencopot langsung, tapi mencegah sekuat tenaga dengan memberikan pemahaman, arahan, konsultasi agar klien-kliennya tak menambah sampah visual di luar ruang. Ini silent movement yang mungkin tak dilihat sebagai aksi heroik, tapi riil dalam eksekusi. Saya harus sampaikan ini agar kita semua paham, untuk berjuang mewujudkan tujuan yang sama, masing-masing kita punya cara dan tak harus selalu sama. What to do-nya sama tapi how to do-nya tentu disesuaikan dengan konteks dan kemampuan masing-masing.

Salam hormat kami untuk Pak Sumbo dan kawan-kawan Reresik Sampah Visual yang tak kenal lelah terus berjuang. Kita berada di barisan yang sama untuk membuat Jogja ini bersih sebersih-bersihnya dari sampah visual. Karena kita berjuang bersama-sama, sewajarnya bergandeng tangan dan saling menguatkan. 

Warga Jogja layak mendapatkan ruang publik yang lebih sehat, lebih manusiawi, lebih bersih, lebih istimewa. Itu janji City Branding Jogja yang baru, sebuah pekerjaan besar yang menjadi tanggung jawab kita semua – termasuk pemerintah - untuk mewujudkannya sesegera mungkin. Kota-kota lain sudah bergerak ke depan, berlomba-lomba membahagiakan warganya dengan fasilitas ruang publik yang makin membaik secara masif

Pak Sumbo dan kita semua, saya yakin tak punya waktu lama untuk hanya menunggu. Energi kesabaran ini harus segera ditransformasikan menjadi energi untuk melakukan perbaikan. Maka Pak Sumbo bergerak, P3I bergerak, Pinasthika bergerak, asosiasi-asosiasi lain bergerak, komunitas anak-anak muda kreatif Jogja bergerak, semua yang mencintai Jogja juga bergerak.

Perubahan ke arah perbaikan itu tak bisa dihentikan. Cepat atau lambat ia akan datang. 

------------------

Notes: tanggapan saya atas tulisan Pak Sumbo ini dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat 22 September 2015.

Comments

wesley said…
Article writing is also a excitement, if you know after that you can write if not it is complicated to write. You can visit my website :
Pintu Aluminium
Pintu Lipat Aluminium
Jendela Geser Aluminium
Pintu Geser UPVC
Pintu Lipat upvc
Jendela Jungkit Aluminium

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seberat