Skip to main content

Kejernihan di Tengah Kegaduhan

Image pinjem dari http://blue4tomorrow.files.wordpress.com/2011/03/clear_cut_light_by_callu.jpg

Dalam hidup kita, banyak hal baik yang kita tahu persis akan besar manfaatnya untuk dikerjakan tapi tidak juga kita kerjakan. Atau kita kerjakan sebentar lalu terhenti karena kesibukan, keperluan lain, tak ada waktu dan gangguan-gangguan lainnya yang membuat aktivitas yang baik itu tak bisa kita kerjakan secara kontinyu.

Misalnya: sholat tepat waktu jamaah, olah raga rutin, merenung, puasa senin kamis, sedekah, membaca buku, minum air putih yang cukup, dan sebagainya. Oya satu lagi: menulis alias ngeblog. Sejak mulai ada facebook dan twitter, rasanya memang waktu banyak tersita untuk dua hal itu, apalagi dengan adanya mobile internet via blackberry yang makin memudahkan untuk akses online. Makin mudah aksesnya, jadi makin sering aksesnya. Makin jauhlah dari kemungkinan menulis dengan tenang dan jernih.

Tapi saya mengamati satu kecenderungan yang bisa jadi kelemahan atau kekuatan, twitter dan status facebook menghasilkan respon atas pemikiran kita yang pendek (140 karakter), seringkali respon interaktif itu yang membuat asyik, menenggelamkan saya untuk menyingkat pemikiran-pemikiran yang pendek, singkat, padat sekaligus mulai menjadi tembok yang menghalangi otak ini untuk mau menggali sedikit lebih ke dalam dan menuangkannya menjadi pemikiran yang komprehensif, deep dan utuh.

Dan alarm di kepala saya terus berdenging, mengingatkan bahwa cara-cara yang singkat dan gaduh lewat twit dan update status di facebook itu tak akan mampu mengajak para follower dan teman-teman online untuk merenung dan menyesapkan makna yang lebih mendalam, yang lebih, di situlah peran tulisan di blog yang tak bisa tergantikan. 

Bahkan jika ingin lebih khusyuk lagi untuk berkomunikasi dengan hati, seringkali buku berbasis kertas lebih bisa menjaga keintiman komunikasi antara penulis dan pembacanya, tak terdistorsi dengan gangguan dari situs-situs lain yang terbuka pada waktu bersamaan.

Image pinjem dari: http://1.bp.blogspot.com/_6J2JrfZe8kE/TMPBNY3JOMI/AAAAAAAAAfg/sCRcfHSvRPI/s640/tetesan-jernih.jpg 

Pagi ini, kesadaran untuk memulai hal-hal baik itu muncul kembali, seolah bangun dari tidurnya yang mungkin juga tak nyenyak. Saya tak merasa terbebani harus menulis, karena memang bukan kewajiban saya. Tak ada yang marah jika saya tak menulis di blog ini, ah tapi memang ada yang sering mengingatkan saat tak ada tulisan baru selama berminggu-minggu. Jadi bukanlah kewajiban yang mendorong saya mengetik lagi tapi kesadaran untuk membongkar tembok itu, mensinergikan kejernihan berfikir dan berkomunikasi secara interaktif. Toh twitter dan facebook bisa menjadi jembatan agar lebih banyak calon pembaca berkunjung ke blog ini. Kualitas materi tulisan dan keunikan isu yang diangkat jadi topik tulisanlah yang akan membuat para pembaca mau berlama-lama berkunjung atau melakukan kunjungan ulang esok hari.

Hal-hal baik jangan dikerjakan makbreg sekaligus, nanti berat dan kita akan hilang semangat. Sedikit-sedikit saja yang penting kontinyu dan kita bisa bahagia menjalaninya dan merasa makin bersemangat setiap kali memulainya lagi. Saya pamit dulu untuk sementara, saya akan kembali. Menyapa bagian terdalam diri saya, untuk saya bagikan kepada Anda semua pengunjung blog ini yang lama tak saya sapa dengan inspirasi jernih, yang semoga menjernihkan di tengah kabut pemberitaan media massa yang mengaburkan benar salah.

Walaupun mungkin hujan masih mengguyur di luar, hawa dingin mendekap, tapi kita bisa teruskan untuk berkarya dan berbuat baik. Bukan karena harus, tapi karena kita bahagia mengerjakannya. Dan orang lain menjadi lebih bahagia karenanya.

Comments

astho said…
oke, suka!

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seberat