Skip to main content

Menjemput Rejeki di Ananda Bookshop




















Pekerjaan sesungguhnya seorang penulis dimulai setelah bukunya diterbitkan, bukan - seperti yang dipahami dan dipraktekkan sebagian penulis - sebelum diterbitkan. Jika dimasukkan dalam bahasa periklanan, content (isi buku) itu WHAT TO SAY, cara mengkomunikasikan setelah buku itu beredar di pasaran disebut HOW TO SAY. WTS bisa bagus luar biasa tapi jika HTS-nya tidak direncanakan dan dieksekusi dengan baik: buku itu bisa merana di pojokan display toko, bersahabat dengan laba-laba merah. Rugilah semua pihak karena bukunya tak laku: penulisnya, penerbitnya, toko bukunya, calon pembacanya. Padahal isi buku itu bagus tapi tidak dipromosikan dengan baik, tidak diketahui orang, sehingga dilirikpun belum.


Penulis yang baik tidak berhenti bekerja setelah tulisannya selesai. Ia hanya nambah job desc: jadi cheerleader, jadi provokator, jadi pembicara dadakan, jadi tukang pos untuk anterin buku pesanan, jadi apapun yang diperlukan: agar buku yang susah payah ditulisnya dengan segenap hati dan jiwa tidak berakhir jadi mubadzir.


Jadi, jika kebetulan ada yang lewat bandara Soekarno Hatta dan belum tahu apa yang akan dibaca sambil nunggu pesawat delay, boleh mampir ke Ananda Bookshop. Buku Tuhan Sang Penggoda nongkrong di situ, menunggu dibawa ke kasir (jika belum sold out lhooo)... Halllaaah ternyata UUD (Ujung Ujungnya Djualan). 


Bukan jualan, saya revisi. Tapi menjemput rejeki. Biar jadi penglaris, he he he :)

Comments

SeNjA said…
noce posting ^^
selamat malam dan salam kenal
Unknown said…
Buku Tuhan Sang Penggoda ya?
Saya dah punya tuh..
Dia jadi temen setia saya tiap pagi di kamar mandi selama kurang lebih 2 bulan.
Isinya cukup menggiurkan. Menumbuhkan gairah untuk melakukan lebih banyak hal positif sekaligus menimbulkan kerinduan yang memuncak untuk pulang ke Jogja.
Ada buku lain yang juga bisa jadi temen saya di pagi hari gak?

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seberat