Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2009

Mengantar Gus Dur Pulang

Selamat jalan, Gus.  Bukan asisten atau paspamres yang mengawalmu lagi, tapi ribuan malaikat Allah yang takjub atas kebesaran jiwamu. Banyak pelajaran yang telah kau bagikan saat hidupmu bersama kami, makin banyak gagasan dan pelajaran yang kau wariskan setelah kau pergi. Beristirahatlah dengan tenang setelah mewakafkan ... seluruh pikiran, waktu dan seluruh umurmu bagi negeri ini, negeri yang tak kunjung dewasa menyikapi perbedaan, negeri yang tak kunjung sadar bahwa perbedaan adalah rahmat bukan alasan pertikaian. Dari yang saya rasakan beberapa hari terakhir, Malaikat Izrail 'seolah' membocorkan rahasia-Nya sehingga Gus Dur tahu  bahwa waktunya telah dekat. Sekitar dua minggu sebelum wafat, Gus Dur telah membaca tanda-tanda itu dan mengikuti kata hatinya. Maka diapun pulang ke Jombang untuk berziarah ke makam beberapa kyai besar. Saat balik dari Jombang ke Surabaya, sesampainya di Mojokerto ia minta balik lagi ke Jombang karena merasa wajib lapor dulu ke Kakeknya Has

Jalan yang Lebih Baik, Bukan yang Lebih Mudah (Bagian 1)

Datang sebuah kabar kepada saya: Mas, pengumuman CPNS-nya udah keluar. Aku gak diterima. Teman-temanku yang diterima ada 6 orang padahal formasinya waktu awal diumumkan hanya 4 orang. Dan mereka memang memenuhi 'syarat-syarat'nya. Bayar Rp 70 - 100 juta/orang. Gimana ya Mas? Mengapa untuk jadi pegawai negeri syaratnya bukan lebih pinter, lebih capable tapi malah berdasar uang semata? Datang lagi kabar yang lain dari sohib saya: Eh, Si A kemana aja ya Rief? Kok lama gak terdengar kabarnya. Facebooknya gak aktif.  Saya coba maen ke facebook -nya, temen saya itu jadi member 'gerakan tuntut klarifikasi pencairan dana ustad lihan'. Saya belum berhasil kontak, tapi sepertinya dia juga ikut menitipkan sejumlah uang ke Ustadz Lihan - entah berapa puluh atau ratus juta - untuk investasi dan belum jelas bagaimana memintanya kembali.  Dua kabar ini membuat saya merenung.  Yang pertama, sebulan sebelum CPNS, saya sudah menyarankan sobat saya ini untuk tidak membayar Rp 70 jt y

Soe Hok-gie di Grand Indonesia

Disinilah saya, menjelang tengah hari di cafe Gramedia lantai 3 Grand Indonesia dengan secangkir coffee latte dan sebuah buku yang baru saja saya beli: Soe Hok-gie... Sekali lagi , dengan editor Rudy Badil dan teman-teman Gie yang lain. Di seberang jalan, di pinggiran bundara HI nampak tiga puluhan orang sedang demo dengan topik yang tidak begitu jelas, kemungkinan tentang revisi peraturan pemerintah. Spanduk-spanduk dibentangkan asal-asalan tanpa semangat, beberapa orang berdasi orasi dengan memekik-mekik sementara peserta demo melihat dengan tatapan mata kosong menyiratkan ketidakmengertian. Tahulah saya - sebagai mantan demonstran amatir - dari gerak-gerik dan antusiasme-nya yang palsu dan menyedihkan, sebagian peserta adalah pendemo bayaran. Dari seorang ojek yang kebetulan melintas - sebelum saya masuk Grand Indonesia - saya ketahui bahwa tarif pendemo bervariasi, antara 35 rb sampai 50 rb tergantung atas suruhan siapa. Si ojek kemarin ikut demo kasus Century di dekat Ista

Online Online

Dari yang awalnya begitu menarik saat memulai aktivitas online, pelan-pelan dunia online mulai meningkat jamnya. Dari dua-tiga jam seminggu, sekarang setiap hari rasanya tak lengkap kalo tak nongol di halaman muka facebook, mengganti status dan melongok status teman-teman. Dunia online adalah dunia yang dinamis, tidak berhenti di satu titik. Ibarat kendaraan, dia bergerak dari O km/jam menjadi 20km/jam lalu 200 km/jam, makin lama makin cepat. Tak terasa, dunia online mulai mengabiskan jatah waktu offline kita untuk membaca buku, bersosialiasi, maen bola, jalan-jalan ke gunung. Rasanya jika pun kita berwisata di pedesaan, blackberry, iphone atau hp lainnya terus 'menginterupsi' keheningan kita. Rasanya kurang jika tak mendengar kabar terkini dari dunia online. Terlebih lagi, banyak di antara kita yang tak menyadari perubahan cara kita hidup ini, online dan online secara berlebihan. Kita menjelma katak yang masuk ke dalam air di panci, pelan-pelan dipanaskan dan tak pernah mau

Bedah Buku TSP di Semarang

Hidup Melampaui Kematian

Entah mengapa akhir-akhir makin banyak saja yang bunuh diri. Yang lompat dari lantai atas mall, dari hotel, nggantung di dalam kamar, minum racun, menabrakkan diri ke kereta yang melaju, belum lagi yang pake bom bunuh diri. Harapan hidup rasanya begitu pendek, dunia gelap, Tuhan entah di mana saat momen itu tiba. Perasaan terasing, sendiri, ditinggalkan bahkan dunia yang penuh keindahan ini pun telah begitu menakutkan dan membosankan bagi para pelaku bunuh diri. Cinta tak bisa menyelamatkan pikiran yang kalut, hati yang tertutup oleh cahaya. Di sini kita harus belajar, tak ada jaminan bahwa di diri kita masing-masing ini tak pernah kepikiran sedikitpun untuk mengakhiri hidup kita tanpa seijin Tuhan, Sang Pemilik tubuh kita. Kadang masalah sebrek datang menggulung masa depan kita, lamanya waktu terbenam dalam kesulitan rasanya bakal selamanya. Tapi ternyata tidak. Andai mereka yang pernah bunuh diri diijinkan-Nya untuk menemui kita sekali lagi dan bercerita seperti apa di alam san