Skip to main content

Lions for Lambs


Setelah menyaksikan Spy Game, saya mulai menyukai Robert Redford. Di Spy Game, ia bermain begitu smart. Beradu akting secara brilliant dengan Brad Pitt. Spy Game adalah film dengan skenario yang rapi dan ya.. saya belajar banyak tentang birokrasi dan keunggulan manusia atas sistem yang diciptakannya. Good movie, saya menontonnya beberapa kali.
Jadi ketika Redford sekali lagi menghadirkan Lions for Lambs, ini adalah hadiah yang saya siapkan buat diri saya sendiri. Saya pun tenggelam dalam film bertutur yang saya akui tak se-entertain Spy Game. But this movie - if you think deeper - is great!
Tidak terlalu entertain dan terkesan lamban bercerita: tapi jika kita perhatikan detail adegan-adegannya: banyak wisdom yang kita bisa ambil tentang kegagalan Amerika memerangi terorisme dan bagaimana anak muda, profesor, wartawati dan politisi negeri 'polisi dunia' itu berusaha keras untuk menemukan jati diri mereka dan melepaskan diri dari hegemoni propaganda pemerintah yang absurd.
Saya tak hendak berbicara mengenai bintangnya, di mana Tom Cruise (salah satu aktor favorit saya) juga ikut berperan di situ. Bukan, bukan itu. Tapi dengarkanlah dengan hati percakapan seorang profesor dengan mahasiswanya. Percakapan seorang senator dengan wartawati senior. Percakapan dua orang tentara Amerika yang ingin mengabdi pada negaranya tapi harus mati karena pemerintah mengirimnya ke tempat yang tak jelas keamanannya.
Ya, akan ada satu jaman saat singa-singa yang perkasa dipimpin oleh domba-domba yang bodoh tapi berkuasa. Beberapa orang cerdas Amerika - salah satunya Robert Redford - percaya saat inilah waktunya. Domba-domba dalam pemerintahan Bush telah membunuh ribuan singa Amerika dalam kebodohan yang utuh. Untuk memenangkan perang yang tanpa alasan, bahkan dengan alasan yang paling keliru.
Lions for Lambs: mari kita bercermin, mumpung sebentar lagi pemilu. Jangan sampai kebodohan Amerika terulang di sini. Indonesia adalah bangsa yang cerdas yang tak pantas dipimpin domba. Indonesia bisa lebih baik dari Amerika, meskipun tidak dalam bentuk kekuatan bersenjata atau ekonomi.
Bangsa kita punya hati bersih dan otak jenius, jika saja kita percaya. Dan para pemimpinnya adalah puncak dari kebersihan hati dan kejeniusan otak itu. Jika tak ada partai yang bersih dan cerdas, sebaiknya tak usah memilih. Ini adalah tindakan kecil yang kita bisa lakukan untuk tak mengulang kesalahan: setidaknya kita telah bertindak, tak sekedar membebek.
Indonesia bisa maju jika rakyatnya mempunyai sikap, prinsip dan kemandirian dalam bertindak. Dalam memilih untuk masa depannya. Dan bertanggung jawab atas konsekuensi pilihannya itu.
Kitalah singa-singa yang perkasa - yang seperti dikatakan sang Profesor Malley (diperankan oleh Robert Redford) - tak pantas dipimpin oleh domba-domba.

Comments

alfone said…
Berbicara soal pemerintahan!

Sejak pertama kali nama saya tertulis dalam daftar pemilih dalam pemilu beberapa tahun lalu, saya mulai berpikir tentang apa itu pemerintah, sebelumnya, sebelum menjadi salah seorang WNI yang memiliki hak untuk memilih dalam pemilu, saya hanya beranggapan bahwa pengaturku adalah Ayah yang selalu menasehati dan memberi wejangan serta uang saku ketika akan berangkat sekolah, tidak ada orang lain yang sebesar itu mempengaruhi hidupku.

Tapi sejak masuknya nama Gunawan dalam daftar pemilih, saya mulai mencari tahu apa itu sosok pemimpin yang dicari dalam mengatur hajat hidup rakyat Indonesia, dan sejak itulah saya beranggapan bahwa memang saat ini yang dibutuhkan oleh Indonesia adalah domba2 kecil yang tidak dipandang tetapi memilki sebuah remote yang dapat menghancurkan istana ,dalam tanda kutip, dan juga menghancurkan para singa2 perkasa yang sedang sibuk memikirkan seberapa banyak oleh2 yang ia dapatkan ketika akan lengser dari jabatannya!!

hidup memang anegh...
Punkdhut said…
Hmm...kalo dari film Lions for Lambs ini yah, yang jadi singa itu bukan para pejabat di istana, tapi justru orang2 di bawahnya (tentara/intellectuals) yang sebenernya lebih pintar dan berani dari mereka. Para pejabat istana itulah para dombanya, yang sebenernya bego tapi sok memerintah. Gue baru nonton nih film dan terkesan dengan keunikannya. Nggak memberikan solusi tapi bisa menciptakan diskusi yang intens...seehhh...

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seberat