Skip to main content

Hidup yang Makin Mudah

Sebentar lagi BBM naik 20-30%, dan sebagai ikutannya maka harga-harga yang lainpun akan ikut naik. Bukan dengan merangkak tapi naik jet: wusss... mulai dari transportasi, makanan pokok, kertas, apa saja naik. Termasuk tingkat kemiskinan juga akan meroket. Makin banyak protes dan kritikan. Makin banyak pemogokan, Makin banyak permusuhan dan caci maki. Rakyat pasti menyalahkan pemerintah yang gak becus ngurus BBM dan pemerintah akan berfikir bahwa rakyatnya yang demo tak memahami ekonomi makro dan harga minyak internasional yang naik gila-gilaan sehingga negara tekor kenbanyakan subsidi.

Nah, api yang berbenturan akan menimbulkan percik, lalu kebakaran. Ekses negatifnya akan jauh lebih besar. Jadi lewat tulisan ini, saya ada usulan supaya hati kita semua adem sedikit. Tak berkobar amarah lantaran besok belum tahu bisa bepergian tidak karena uang di saku tak cukup lagi beli bensin seliter.

Begini konkritnya: dalam setiap masa kemakmuran maupun krisis, jumlah rejeki yang beredar di muka bumi ini sama. Yang berbeda hanya tempatnya: kita mesti cerdas menyikapi hal ini dengan mulai menumbuhkan ide-ide kreatif untuk menjemput rejeki kita. Menyalahkan pemerintah bukanlah opsi terbaik: nanti kita terlena merasa diri kita yang bener sendiri. Kan kita juga yang dulu milih dan menyukai nyanyiannya. Selama pemerintah bertanggung jawab atas tugasnya - meskipun banyak kekurangan - kita biarkan mereka bekerja. Di jaman manapun di republik ini, tak pernah ada ceritanya pemerintah bisa menjamin kita bisa makan teratur, terpenuhi kebutuhan kesehatan dan pendidikannya sendiri.

Sebagai rakyat kita harus mandiri: berfikir, bertindak dan bertanggung jawab seperti layaknya manusia dewasa. Jika ada yang demo dan protes: silakan karena mekanisme demokrasi memang memungkinkan itu semua. Tapi jika ada tanggung jawab yang membuat kita harus berjuang, bekerja dan melayani untuk membuat kehidupan keseharian lebih berarti: mari makin digiatkan, jangan loyo hanya karena BBM naik.

Gak perlu ikut-ikutan demo jika justru malah bikin macet lalu lintas dan menebar permusuhan. Gak perlu juga mendukung pemerintah yang emang gak mampu mengurus kebutuhan rakyatnya sendiri. Saya sulit mendukung SBY-JK dalam menaikkan harga BBM tapi saya juga memilih tak menyalahkan dengan membabi buta. Saya memandang dengan hati-hati, untuk lalu bertindak berdasarkan pemikiran yang saya yakini. saya tahu memimpin itu susah, tapi hari gini jadi rakyat juga lebih susah.

Dan ini uniknya, makin sulit kelihatannya hidup ini: jika kita berfikir dan bertindak positif: maka peluang akan mulai muncul dimana-mana di tempat yang tak pernah kita sangka. Ladang amal terbentang dimana-mana: menunggu tangan kita untuk mengolah dan memetik hasilnya.

Kemiskinan makin meningkat? Kesempatan emas untuk berbagi lewat sedekah. Cari kerja sulit? Saat terbaik bikin usaha sendiri. Bensin mahal sehingga motor gak jalan? Naik sepeda justru bikin badan sehat. Makanan mahal tak terbeli? Puasa sunnah adalah ibadah terindah.

Tetaplah positif. Seburuk apapun situasinya. Insya Allah keberuntungan akan menyertai. Allah menyayangi hamba-Nya yang menjadi bagian dari solusi, bukan yang jago nambah masalah.

Comments

mobil_lpg said…
Munkin saja LPG bisa jadi alternatif BBM yang mahal.

visit

http://mobillpg.blogspot.com
Anonymous said…
pemerentah ntu kupingnya udah budeg, nuraninya dah ketutup ama napsu, jadi kalo gak didemo ya bakal nyante2 aje bikin kebijakan seenak udel'e. orang didemo aja juga masih cuek? gimana klo rakyatnya juga cuek2 aje?

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seberat