Skip to main content

Menuju Kepunahan


Entah kenapa kangen saya tiba-tiba hadir ketika tak sengaja melihat uang lama seratus rupiah saat mengetikkan '100% Indonesia' di google. Desainnya yang keluaran 1977 terasa bersahaja. Illustrasi badak yang hampir punah, mungkin telah punah sekarang. Termasuk uang seratus rupiah kertas juga punah, jadi keping yang desainnya kurang inspired.
Dan sekilas, desain ini mirip-mirip juga dengan seratus ribu yang sekarang, dengan illustrasi Soekarno Hatta. Apakah nanti uang seratus ribu juga akan punah seperti Soekarno Hatta yang telah pergi meninggalkan kita semua? God knows, toh kita semua juga akan punah. Dengan uang di kantong seratus perak atau seratus ribu rupiah, kita tetap punah.
Maka bersahajalah dalam hidup, bukan uang atau kekayaan yang kita bawa mati. Tapi amal kebaikan. Dan keikhlasan. Meskipun nilainya cuma seratus rupiah. Wallahu 'alam...

Comments

Iman Brotoseno said…
sama..pekerja film iklan Indonesia akan punah kalau tidak ada keberpihakan dari biro iklan dan klien...
swingtalk said…
Sederhana dan Begitu Saja...

Kadang-kadang sebuah harapan akan datang dari arah yang gak pernah kita duga. Dan sering kali datangnya dari sesuatu yang dekat dengan kita.
Bener Mas Iman, bebarengan adalah kata yang lebih indah ketimbang menange dhewe. Orang Indonesia itu sukanya kaget-kaget. Ada musibah kaget (ingat kasus media specialist), ada rejeki nomplok ya kaget (ingat iklan gak boleh dibikin PH asing). Kaget saya dengan fenomena itu..

Btw, makasih dah maen kesini Mas :)
Yang ini juga saya setuju Mas, apa yang kita cari sampai ujung dunia seringkali kita temukan di halaman rumah kita sendiri. Kita hanya perlu percaya :)

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seberat