Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2006

Pamflet Untuk Bercermin

Nggak tau kenapa saya kepikiran bikin pamflet begini. Sepertinya situasi chaotik dalam hal pemberian bantuan korban gempa harus segera diatasi. Setahu saya, dengan berfikir jernih dan kembali ke akar permasalahannya. In the end , kembali ke logika dan nuraninya masing-masing. Tuhan memang mengambil sebagian harta kita, sanak saudara, anak, istri atau orang tua kita. Tapi Tuhan belum mengambil akal sehat dan nurani kita. Mari berbuat sesuatu, semampu kita. Jika pamflet ini ada manfaatnya silakan digunakan. Tidak perlu ijin, tidak perlu royalty . Asal untuk kepentingan kemanusiaan, pake aja. Saya masih berfikir untuk mencari cara lain agar kita semua tidak kehilangan akal sehat menghadapi bencana ini. Agar kita tidak anarkhis di tengah penderitaan yang akan panjang waktunya. Agar kita jadi manusia kembali, seperti apapun luluh lantaknya kehidupan ini .

Tribute to Jogja

Tip Keselamatan dalam Gempa Bumi

Saya Doug Copp, Kepala Penyelamat dan Manajer Bencana dari American Rescue Team International (ARTI), tim penyelamat paling berpengalaman di dunia. Informasi dalam artikel ini dapat menyelamatkan nyawa anda dari gempa bumi. Saya telah merangkak di bawah 875 reruntuhan bangunan, bekerja sama dengan tim penyelamat dari 60 negara, dan mendirikan tim penyelamat di beberapa negara serta salah satu dari ahli PBB untuk Mitigasi Bencana selama 2 tahun. Saya telah bekerja di seluruh bencana besar di dunia sejak tahun 1985. Pada tahun 1996 kami membuat film yang membuktikan keakuratan metode bertahan hidup yang saya buat. Kami meruntuhkan sebuah sekolah dan rumah dengan 20 boneka di dalamnya. 10 boneka "menunduk dan berlindung" dan 10 lainnya menggunakan metode bertahan hidup "segitiga kehidupan". Setelah simulasi gempa, kami merangkak ke dalam puing-puing dan masuk ke dalam bangunan untuk membuat dokumentasi film mengenai hasilnya. Film itu menunjukkan bahwa mereka yang menu

Penjahat Dalam Kesusahan

Siapa yang menyangka bahwa penderitaan akan membuat karakter seseorang berubah? Anda yang ingin pergi ke daerah bencana kini sebaiknya lebih waspada. Di jalan-jalan daerah pengungsian banyak orang yang mengaku korban gempa (sebagiannya mungkin korban beneran), membawa berbagai macam peralatan - dari kayu sampai pedang - untuk meminta sumbangan atau menjarah mobil pengangkut makanan dan obat-obatan. Dengan cara pemaksaan. Kenapa? Itu pertanyaan saya. Kenapa penderitaan menjadi sebab dihalalkannya kejahatan pada orang lain. Menjarah bantuan untuk kepentingan sendiri atau sekelompok orang dengan mengorbankan orang lain, jelas bukan sesuatu yang menimbulkan simpati. Malah akan timbul kejengkelan: ini dibantu kok malah menjarah! Saya sendiri hidup di Jogja sudah 13 tahun, merasa bahwa Jogja adalah kampung halaman kedua saya: saya malu dan jengkel premanisme seperti itu terjadi di kota yang saya cintai ini. Dalam situasi serba susah seperti ini lagi! Setahu saya, orang Jogja tidak begitu. Ke

Cerita Sebuah Kasur

Menjelang pagi itu, saya tidur di kantor. Tepatnya pukul 03.30 setelah semalaman lembur bikin presentasi untuk Seminar Integrated Marketing Communication di UPN Yogyakarta. Nguantuk banget dan alarm Hp saya nyalakan jam 05.00 biar gak buru-buru karena mesti ready jam 07.00 (acara dimulai jam 08.00). Just info, gara-gara gempa seminar itu akhirnya diundur gak tahu kapan diadakan lagi. Dan jam 05.55, gempa 5,9 skalar richter terjadi ketika saya masih ngiler di dalam sleeping bag yang saya gelar di lantai kantor. Alarm bunyi, reflek tangan bergerak mematikan. Tidur lagi. Sempat terbangun, karena merasa ada goncangan tetep tidur lagi. Baru setelah goncangnya keterlaluan, saya terbangun dan keluar dari sleeping bag dengan sedikit jengkel karena ada yang bikin kegaduhan pagi-pagi begini. Tembok dan pintu bergoyang saat saya jalan keluar, mengira itu efek ngantuk. Saat kaki menginjak pintu keluar, gempa berhenti. Guess what: 50 detik gempa terjadi, saya masih nyenyak di dalam kantor. Thank

Wake Up Jogja

Maaf belum sempat posting banyak cerita dari Jogja setelah gempa. Internet masih harus ke warnet dan banyak hal mesti diberesin agar hidup terus berjalan, meskipun diselimuti kabut kekhawatiran. Di rumah saya, batu bata berhamburan memenuhi ruangan. Jadi kalo ada pepatah lebih baik hujan batu di negeri sendiri: tolong pikirkan lagi. Kecuali jika sudah pernah mengalami dan punya ilmu kebal. Hanya satu catatan saya: jangan terlalu cepat menyerah . Cobaan, derita, bencana itu adalah pelajaran yang dihadirkan buat kita, baik yang mengalami maupun yang melihat dari jauh. Setiap kesusahan dan kesulitan hidup adalah ladang amal untuk ditanami kebajikan. Jogja tidak akan hancur karena gempa seperti ini, karena letusan merapi, atau bencana yang lain. Jogja akan tetap tersenyum meskipun luluh lantak. Jogja adalah spirit, adalah harapan di tengah kehancuran hidup. Setelah bencana meruntuhkan semuanya, akan tumbuh tunas baru. Kehidupan baru akan bersemi, dimulai dari hati yang tegar dan tidak muda

Shit, He Did It Again!

Pilih Angkringan Ketimbang Hotel

Ini ada usulan buat hotel, yang masih bintang tiga atau malah yang lima sekalian. Hampir di setiap hotel yang saya pernah nginep dan makan di situ (yang bayar sendiri maupun dibayarin) saya selalu ketemu hal yang sama: rasa teh dan kopinya tidak pernah pas di lidah. Takarannya encer dan nggak mantap. Kalo kopi ya kopi instant, kalo teh ya teh celup. Seperti air putih dicampuri aroma kopi atau teh. Hampir di semua hotel begitu: sebutkan saja. All the same: bad taste. Gak ada yang bisa ngalahin nasgithel -nya teh panas made in angkringan. Atau kopi hitam yang mantap dan bisa menumbuhkan ide-ide segar dari kopi alam biasa. Strong taste , bikin mata melek dan tubuh hangat. Meskipun tentu ada ampasnya: tapi sangat worth it . Gpp mulut kotor dikit asal bikin hidup lebih hidup. So, coba deh manajer dapur hotel-hotel itu bikin research serius di warung koboy atau angkringan itu. Rasakan nikmatnya teh panas dan gorengan yang kemepul, perhatikan bener-bener takarannya dan serap suasana khidmat

Don't Ask Me Why

The Power of Local Ideas

Disampaikan Dalam Forum FDGI & Friend #9 QB Bookstore Kemang, JakartaSabtu, 20 Mei 2006 Saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah ide sederhana: bagaimana mengubah pola hidup sehari-hari yang terlanjur dianggap biasa dan wajar . Memberikan muatan dan nilai-nilai baru, melihat kehidupan dari sudut pandang yang berbeda. Atau mengeluarkan pikiran kita dari kebiasaan lama menuju ke sebuah atmosfer yang bener-bener fresh. Yang bisa membuka katup-katup ide, menciptakan hal-hal baru yang menarik, yang berbeda. Karena di situlah sebenarnya ruang-ruang kreativitas baru bisa dibangun. Di situlah ide-ide besar yang bisa mempengaruhi ratusan juta orang di seluruh dunia punya kemungkinan terbesar untuk diciptakan. Mengambil Jarak Mari melihat hidup kita, pekerjaan kita, teman-teman kita, lingkungan dan budaya kita: dengan memakai sudut pandang lain, bahkan yang belum pernah kita perkirakan sebelumnya. Coba bayangkan melihat rumah kita dari sudut pandang seekor burung elang (bird’s view), sud

My Wall

My World

Again

Seorang pemimpin bisnis yang menentang opini umum harus siap dicerca, dibenci, difitnah, direndahkan, dihujat dan dikutuk. Dan inilah yang menjadikan saya kaya raya. (Pada tahun 1957, Paul Getty adalah orang terkaya di dunia)