Skip to main content

Advertising Masuk UGD

Beberapa hari kemarin, Jogja kedatangan tamu-tamu tokoh kreatif periklanan Indonesia buat berbicara di seminar kreatif yang diadakan oleh PPPI, Indosat. Juga Diskomfest ISI. Diantaranya: Mas Djito Kasilo (freelancer/former CD TBWA Indonesia), Mas Gandhi Suryoto (CD Dentsu), Mas Iwan Esjepe (CD Ideasphere), Mbak Novi (CD BBDO Indonesia), Syarif Hidayat (AD Euro RSCG), Ahmad Zaini (AD Hakuhodo). Saya sendiri sempet jadi moderatornya Mas Djito & Mbak Novi waktu acaranya di UC UGM. Sebelumnya, saya sempat hadir di launching buku 'Advertising That Sells'nya Pak Adjie Watono (Dwi Sapta Pratama).

Banyak hal menarik dalam diskusi dan seminar itu. Meskipun entah kenapa, saya merasa ada yang kurang dalam rangkaian seminar itu.

Sesuatu yang shocking dari pusat industri ini: saya terus menunggu dan tidak mendapatkannya. Mungkin saya terlalu berharap, apalagi acara ini memang sengaja di-set untuk mahasiswa. Setelah saya lihat ke belakang dalam diri saya sendiri: puluhan file presentasi saya tentang periklanan juga terlihat mulai basi. Masa lalu terus menggerogoti, sementara kita tidak bergerak cukup cepat ke masa depan.

Saya jadi ingat waktu presentasi di final Dji Sam Soe Award kemarin saat saya ditanya para juri (Bob Sadino, Dr. Charles Saerang, Enny Hardjanto, Choirul Djamhari PhD., Prof. Dr. Ir. Mangara Siahaan): apa itu Pinasthika, Citra Pariwara dan apa itu majalah Cakram. Tokoh-tokoh bisnis itu tidak familiar dengan industri periklanan. Apakah mereka yang memang gak aware atau tokoh iklan kita yang kurang gaul: saya belum pastikan. Saya jadi berfikir: kita punya ahli branding seabrek, tapi industri ini sendiri ternyata belum branded. Sedih :(

Tapi apakah dunia advertising juga aware dengan industri di luar sana? Just for check: apakah Anda tahu bahwa Pak Subiakto Priosudarsono (Hotline Adv.) masuk jadi salah satu finalis tokoh Enterpreneur of The Year 2006 versi Ernst & Young meskipun belum menang? Di kategori yang sama terdapat Helmy Yahya (Triwarsana) dan tokoh bisnis lainnya. Salut Pak Biakto, you are represent our industry outside :)

Atau mungkin inilah saat paling tepat untuk menemukan satu breaktrough yang belum pernah difikirkan orang-orang iklan sebelumnya. Yang belum pernah dicoba di laboratorium akademik jurusan periklanan, yang belum pernah dipraktekkan agency-agency atau media specialist. Saya takut industri ini akan mati pelan-pelan dalam zona kenyamanan. Mungkin lebih baik dimasukkan UGD untuk tindakan segera.

Saya sih tidak berharap industri ini jadi gegap gempita kayak dunia politik atau ekonomi lainnya. saya hanya ingin industri ini menjadi sumber inspirasi, membawa pencerahan, membawa nilai-nilai baru. Atau, saya memang sudah seharusnya berhenti berharap: untuk bekerja lebih keras membuka hutan belantara.

Btw, special thanx buat Mas Iwan (dan Mas Faisal) untuk bukunya 'whatever you think, think the opposite'nya Paul Arden: keren banget buat recharge the way of creative tinking..

And may the creative revolution begins...

Comments

Anonymous said…
Belakangan saya justru berpikir ulang (bukan desperate loh) tentang posisi industri ini dimasyarakat, Mas. Advertising pada akhirnya akan kehilangan kontribusi riilnya terhadap kehidupan mereka selain menjadi spam yang nongol entah darimana. Ramalan Spielberg di Minority Report yang sepertinya tidak lama lagi jadi nyata, menunjukkan betapa advertising menjadi penjara bagi kebebasan rasa nyaman banyak orang. Di jaman yang masak-hare-gene-bayar, kontribusi positif yang tidak mengganggu akan mudah meraih cinta banyak orang.

Jadi menurut saya mas, jangan dipikir kapan industri ini akan diakui secara hormat, karena semakin kesini advertising menampakkan dirinya dengan semakin penuh tendensi. Yang bisa kita lakukan mungkin hanya berdiri dibelakang sambil mendorong (atau mengekor ya?) peradaban.

Sori kalo nggak relevan :)
goestaf said…
Aku suka pandangannya. Semoga mas Arief juga bisa menimbang lebih jauh...
goestaf said…
maksudku aku suka pandangan untuk balancing dari Ronn

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seberat