Skip to main content

Tujuh Jam di Denpasar

Sebenarnya ini pengalaman yang biasa-biasa aja. Tapi entah kenapa saya pengin tulis sekedar sebagai catatan perjalanan.

Hari Selasa saya harus ke Denpasar untuk kirim brosur Jiwasraya. Berangkat dari Jogja dalam kondisi setengah ngantuk jam 21.00 WIB (pesawat delay seharusnya 20.45). Sempat tertidur saat nungguin boarding, untung yang manggil kenceng sehingga bangun dan ikut terangkut.

Landing di Denpasar jam 23.00 WITA langsung naik taxi ke Hotel Ramada. Hampir tengah malam, jalanan sepiii banget. Pengiriman selesai hanya 1/4 jam udah plus ngobrol lalu jalan ke Kuta Legian: change status jadi petualang. Nyari warnet buat membunuh waktu karena flight balik ke Jogja jam 06.00 besok. Dan... tidak menemukan satupun yang buka 24 jam. Yang buanyak hampir tiap 10 meter justru minimarket macam Circle K (keluh!). Starbucks juga tutup. Hard Rock Cafe dan beberapa bar emang masih buka: tapi itu bukan dunia saya. Di Kuta aja saya udah jadi stranger, apalagi masuk ke sana: jadi alien dunk!

Lalu nemu McDonald 24 jam dan makan malam sampe jam 01.00 karena mesti molorin waktu sambil baca buku lama Jack Welch: Stright from The Gut. Trus jalan ke pantai Kuta yang berangin dan ombakpun lumayan keras (mungkin ketularan pantai Pangandaran). Mematung memandang ombak berkejaran dalam gelap. Ajaib, seekor kura-kura agak besar (diameter sekitar 75 cm) menepi. Mungkin sedang nyari tempat bertelur. Dalam hati berharap ini sinyal bagus: mungkin order besar mau datang. Mungkiiiinnn...

Jam 02.30 udah nggak tahan dinginnya dan mulai diserang kantuk, saya sempat bawa beberapa karang kecil buat kenang-kenangan. Lalu stop taxi dan balik ke bandara meninggalkan kura-kura yang masih merangkak. Mungkin kemarin ada barangnya yang ketinggalan di pantai, entahlah...

Sepanjang jalan melewati Legian, beberapa bar masih penuh orang, sebagian besar bule. Termasuk Paddy's Club yang telah kembali buka setelah tahun kemarin hancur terkena bom. Musik hingar bingar sayup-sayup terdengar mengisi jalanan yang nyaris kosong.


Nunggu di bandara kayak orang bego (ngantuk banget tapi tak ada tempat buat tidur). Sempat ditanyain petugas keamanan segala: mungkin disangka teroris (karena bawa tas hitam). Tapi setelah ngobrol bentar, ia tahu: memang yang ditemui ini cuma orang bego yang kurang tidur. Menurut saya teroris juga bego sih, tapi dia tidak peduli lalu pergi untuk mencari teroris yang asli.

Jam 04.30 udah bisa check in, cuci muka biar seger dan senyam senyum dengan sesama penumpang seolah tadi berangkatnya dari rumah (trik lama). Lalu minum kopi Bali dan sepotong donat. Sempat mau beli majalah Playboy terbaru tapi bandrolnya naik dari 40 ribu menjadi 70 ribu. Udah dosa, mahal lagi. Ndak jadi deh!

Pesawat take off jam 06.00 WITA, nyampe Jogja jam 06.00 WIB. Sarapan lalu mandi dan ngantor lagi jam 08.00.

Salah seorang staf datang dan menyapa dengan ramah,"Bapak kok masih disini, semalam gak jadi ke Bali?"


Comments

Anonymous said…
Very pretty site! Keep working. thnx!
»
Unknown said…
haha tulisa nya keren .. selain inspiratif juga bisa bikin ketawa
stenote said…
Pengalaman yang menarik.... semoga blognya terus berkembang....Saya ingin berbagi article tentang Kuil Todaiji di http://stenote-berkata.blogspot.com/2018/05/nara-di-kuil-todai-ji.html
Lihat juga video di youtube https://youtu.be/2i-MwzfWvs4

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seberat