Skip to main content

OOT: Ijinkan Saya Jualan

Image Hosted by ImageShack.us

Seperti yang saya duga, posting ini akan menimbulkan perdebatan serius. Beberapa teman mencuci saya habis-habisan. Berikut kira-kira comment yang saya terima:

  • Ngapain dimuat disitu, cukup klien aja yang tahu kalo diskonnya cuma 2%. Ndak usah diumumkan terbuka.
  • Mas jangan jual murah donk! Itu namanya tidak menghargai kreativitas..
  • Masa' Petakumpet jualan obral begitu. Kasihan brand-nya Mas..

Saya jadi inget postingan Herman Saksono: ketika semua orang melihat apa yang kita lakukan, maka rasanya kita tak bebas lagi. Rasanya diawasi terus dan takut salah. Akibatnya takut ngapa-ngapain. Dan tidak berbuat apapun.

Tapi untungnya saya sudah selesai dengan semua itu. Sepanjang keyakinan saya mengatakan apa yang saya lakukan bener dan untuk tujuan yang bener, terjadilah apa yang harus terjadi.

Berikut tanggapan saya:

  • Mungkin teman saya merasa saya sedang menjemur celana dalam di depan rumah: tidak salah tapi kurang pantas. Jika fee agency yang kecil dianggap aib dan hanya pantas dimasukkan surat ke klien: anggapan itu mungkin benar. Tapi media specialist tidak memposisikan fee kecil sebagai celana dalam, fee kecil tersebut dijadikan faktor kali dan akhirnya menjadi pendapatan yang luar biasa besar dan membuat agency kebakaran jenggot. Saya berfikir dengan pola pola pikir yang sama: apa yang pantas masuk surat penawaran ke klien, pantas juga diiklankan. Yang penting buat saya, faktor kali. Toh saya hanya perlu 1 atau 2 orang traffic buat running dan semua placement bayar di depan.
  • Justru saya sangat menghargai kreativitas. Tanpa itu ngapain Petakumpet repot-repot jadi Agency of The Year? Dan karena saya menjunjung tinggi kreativitas, maka fee agency saya 0% kan. Klien wajib bayar biaya kreatifnya, biaya placement-nya free aja. Saya tidak ingin berkompetisi dengan media specialist di level ini. Ndak worth it.
  • Sebuah brand dibangun dengan kejujuran. Cita-cita saya adalah membangun industri berbasis kreatif, artinya nilai bisnis kreatifnya harus ada. Cash flow harus jalan, order harus masuk. Karyawan harus gajian. Seperti senior saya bilang: award gak bisa dimakan. Tapi saya tidak mempertentangkan bisnis dan award. Saya ingin dua-duanya sinergis: kreatifnya kuat, bisnisnya kuat. Bukan kreatifnya kuat, bisnisnya mediocre. Sampai saat inipun orang-orang masih bilang Petakumpet mahal. Paradigma ini yang harus saya ubah: sudut pandang klien yang mesti diedukasi. Jika sudut pandangnya bener, jasa Petakumpet itu sangat murah. Dan memberikan kemurahan pada klien, bukan dosa buat saya.

Meskipun tampilan iklannya cenderung hard sale: message saya sesungguhnya adalah agar industri periklanan mulai mengatur infrastrukturnya. Agency akan bersaing dengan agency. Media specialist-pun akan bersaing dengan sesamanya. Bukan seperti sekarang ketika agency harus bersaing dengan agency dan media specialist. Babak belurlah agency.

Notes:

Btw, ini pesan penting buat Anda semua yang punya 'kelainan' pemikiran seperti saya, juga buat Herman: jangan berhenti untuk menyuarakan keyakinan. Dulu bangsa ini pernah punya Soe Hok Gie, Ahmad Wahib, Tan Malaka, Sutan Syahrir,Chairil Anwar dan masih banyak lagi yang baru dihargai ide-idenya setelah mereka tiada. Hidup mereka yang sementara terasa begitu berarti.

Saya tahu teman-teman memberikan kritik dan sarannya dengan maksud baik, saya tahu mereka juga sangat care. Dan saya sangat berterima kasih untuk tegur sapa itu.

That's make my life so wonderful :)

Comments

Herman Saksono said…
Terima kasih sekali mas untuk tipsnya ;)

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seberat