Skip to main content

Cerita Sebuah Kasur



Menjelang pagi itu, saya tidur di kantor. Tepatnya pukul 03.30 setelah semalaman lembur bikin presentasi untuk Seminar Integrated Marketing Communication di UPN Yogyakarta. Nguantuk banget dan alarm Hp saya nyalakan jam 05.00 biar gak buru-buru karena mesti ready jam 07.00 (acara dimulai jam 08.00). Just info, gara-gara gempa seminar itu akhirnya diundur gak tahu kapan diadakan lagi.

Dan jam 05.55, gempa 5,9 skalar richter terjadi ketika saya masih ngiler di dalam sleeping bag yang saya gelar di lantai kantor. Alarm bunyi, reflek tangan bergerak mematikan. Tidur lagi. Sempat terbangun, karena merasa ada goncangan tetep tidur lagi. Baru setelah goncangnya keterlaluan, saya terbangun dan keluar dari sleeping bag dengan sedikit jengkel karena ada yang bikin kegaduhan pagi-pagi begini. Tembok dan pintu bergoyang saat saya jalan keluar, mengira itu efek ngantuk.

Saat kaki menginjak pintu keluar, gempa berhenti. Guess what: 50 detik gempa terjadi, saya masih nyenyak di dalam kantor. Thank God! Nothing happen, i’m still alive!

Saya bergegas naik motor pulang ke rumah dan mendapati kasur kesayangan (karena ‘dibeliin’ pacar saya) telah terkubur runtuhan batu bata. Terkubur sempurna.

Seandainya saja pagi itu saya tidur di rumah, bukan di kantor. Seandainya saja...

Comments

Anonymous said…
helu Boss oranye,
smoga tak kurang sgala sesuatunya.
ga ngungsi ke ibukota :p
+++anting
Anonymous said…
helu Boss oranye,
smoga tak kurang sgala sesuatunya.
ga ngungsi ke ibukota :p
+++anting

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seberat