Skip to main content

Belajar Dari Boediono

Pagi ini saya baca Tempo, wawancaranya Boediono Menko Ekuin yang baru. Tidak mudah menjadi orang baru dimana semua harapan yang membubung tinggi diletakkan di pundaknya. Tempo malah menyebutnya sebagai euphoria harapan. Jika tak terpenuhi, akan memacu gelombang kekecewaan. Tapi dari wawancara itu, satu hal yang kucatat: tidak ada ekspresi berlebihan yang muncul dari Pak Boed. Dia menanggapinya dengan biasa-biasa aja, tanpa rasa khawatir atau justru rasa bangga yang berlebihan. Dia bilang: yang penting kepercayaan pasar, market trust. Logika pemecahan masalah dan personal approach itu kuncinya, bukan hitungan angka-angka.

Interesting! Dari dulu saya merasa gak begitu nyaman dengan masalah keuangan, bahkan sering gak peduli karena alergi dengan angka yang berderet dalam kolom dan tabel yang visualnya gak friendly. Tapi Pak Boed yang jagonya ekonomi makro malah bilang jangan mendahulukan hitungan angka-angkanya, tapi logika berfikirnya. That's it! Jika logika pengaturan keuangannya bener, tentu lebih mudah cari orang yang bisa menerjemahkannya dalam hitungan angka-angka. Dan gak perlu paranoid lagi baca laporan keuangan.

Btw, saya paling benci laporan dimana banyak angka dalam kurungnya, itu artinya minus! Alias rugi! (tahu artinya juga barusan). He he he...

Di tangan yang tepat, semoga ekonomi Indonesia bisa membaik sehingga makin banyak rakyat bisa merasakan manfaatnya punya pemerintah untuk mengurus bangsa ini. Good luck, Pak Boed!

Comments

Popular posts from this blog

Kunci Sukses Bisnis (3)

Sempat terjadi dalam periode kehidupan saya saat awal-awal bersama teman-teman memulai Petakumpet, waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup. Hari-hari itu begitu melelahkannya, rasanya tak kuat saya menyelesaikan begitu banyak tanggung jawab menyangkut komunitas, pekerjaan, kehidupan persoanl saya yang berantakan. Saya pun mengadu pada Allah,"Ya Allah, jika sehari bisa lebih dari 24 jam rasanya saya akan punya kesempatan lebih banyak untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya..." Tapi rasanya Allah tak mendengar doa saya. Atau saya nya yang tak punya kemampuan mendengarkan-Nya. Pekerjaan seperti nya mengalir tak habis-habis, ada duitnya emang, tapi duit nya pun mengalir lancar keluar tak pernah terpegang barang sebentar. Hidup saya begitu capeknya, badan pegel-pegel tiap malam, Sabtu Minggu pun dihajar pekerjaan. Saat-saat seperti itu, saya melihat buku karangan Stephen Covey The Seven Habits of Highly Effective People di Shopping Center (pusat buku murah) Jogja. Dengan

Jadual Diskusi dan Bedah Buku

Berikut beberapa jadual diskusi, talk show atau bedah buku yang udah masuk di Bulan Ramadhan (September) sekaligus menjawab beberapa imel yang menanyakan ke saya kapan ada diskusi buku Jualan Ide Segar: Bedah Buku Jualan Ide Segar (M. Arief Budiman) dan Mata Hati Iklan Indonesia (Sumbo Tinarbuko) di Diskomvis FSR ISI Yogyakarta. Kamis, 11 September 2008 jam 15.00 - 18.00 WIB. Juga menampilkan Sujud Dartanto sebagai pembahas. Untuk Mahasiswa ISI Jogja dan Umum (Free) Ngopi Bareng Penjual Ide Segar di Melting Pot, Sabtu, 13 September 2008, 20.00 - 22.00 WIB, Untuk Umum HTM Rp 15.000,- (Free 1 cup Coffee) Sarasehan Keajaiban Berbisnis Ide di ADVY (Akademi Desain Visi Yogyakarta), Senin, 15 September 2008, 09.00 - 12.00 WIB, untuk Mahasiswa ADVY (Free) Yang segera menyusul adalah Diskusi dan Bedah Buku di Jurusan Komunikasi UGM, semoga juga bisa terlaksana di Bulan September ini. Buat temen-temen silakan hadir untuk meramaikan proses belajar kreatif yang tentu saja sangat fun dan menyena

Filosofi Ember

Mengapa kita yang telah bekerja keras dari pagi buta sebelum subuh sampai lepas Isya' bahkan larut malam sampe rumah, tapi rezeki tetep seret? Mengapa kita telah membanting tulang sampai capek-capek pegal tapi ATM  tetap kosong dan tiap tengah bulan keuangan masih minus? Mengapa uang yang puluhan tahun kita kumpulkan sedikit demi sedikit tiba-tiba habis tandas didongkel maling saat kita pergi? Mengapa kita sakit-sakitan tak kunjung sembuh? Mengapa hidup ini makin lama makin sulit kita jalani dan rasa-rasanya kebahagiaan itu cuma milik orang lain dan bukan kita? Saya mengalami sendiri sulitnya mencari jawaban, saat pertanyaan di atas tak sekedar memenuhi kepala saya tapi menyatu dalam setiap tarikan nafas saya. Rasa bingung itu, capek itu, gelapnya perasaan saat membentur dinding yang tebal dan tinggi, sesak nafas saat masalah-masalah memuncak. Pencarian itu membawa saya pada sebuah benda: ember .  Ember? Kok? Bagaimana bisa ember menjawab persoalan seberat